Showing posts with label Haemostatic Test. Show all posts
Showing posts with label Haemostatic Test. Show all posts

December 28, 2012

Pemeriksaan Laboratorium Hematologi

Hitung darah lengkap -HDL- atau darah perifer lengkap –DPL- (complete blood count/full blood count/blood panel) adalah jenis pemeriksan yang memberikan informasi tentang sel-sel darah pasien. HDL merupakan tes laboratorium yang paling umum dilakukan. HDL digunakan sebagai tes skrining yang luas untuk memeriksa gangguan seperti seperti anemia, infeksi, dan banyak penyakit lainnya.
HDL memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih dan trombosit (platelet). Pemeriksaan darah lengkap yang sering dilakukan meliputi:
  • Jumlah sel darah putih
  • Jumlah sel darah merah
  • Hemoglobin
  • Hematokrit
  • Indeks eritrosit
  • jumlah dan volume trombosit

January 02, 2012

Phlebotomy

Flebotomi (bahasa inggris:phlebotomy) berasal dari kata Yunani phleb dan tomia. Phleb berarti pembuluh darah vena dan tomia berarti mengiris/memotong (“cutting”). Dulu dikenal istilah venasectie(Belanda), venesection atau venisection(Inggris).
Flebotomist adalah seorang tenaga medic yang telah mendapat latihan untuk mengeluarkan dan menampung specimen darah dari pembuluh darah vena, arteri atau kapiler. Akhir-akhir ini dikenal lagi suatu teknik microcollection.

December 24, 2011

Waktu Perdarahan (Bleeding Time)

Waktu perdarahan (bleeding time, BT) adalah uji laboratorium untuk menentukan lamanya tubuh menghentikan perdarahan akibat trauma yang dibuat secara laboratoris. Pemeriksaan ini mengukur hemostasis dan koagulasi. Masa perdarahan tergantung atas : ketepatgunaan cairan jaringan dalam memacu koagulasi, fungsi pembuluh darah kapiler dan trombosit. Pemeriksaan ini terutama mengenai trombosit, yaitu jumlah dan kemampuan untuk adhesi pada jaringan subendotel dan membentuk agregasi. Bila trombosit

Prinsip pemeriksaan ini adalah menghitung lamanya perdarahan sejak terjadi luka kecil pada permukaan kulit dan dilakukan dalam kondisi yang standard. Ada 2 teknik yang dapat digunakan, yaitu teknik Ivy dan Duke. Kepekaan teknik Ivy lebih baik dengan nilai normal 1-6 menit. Teknik Duke nilai normal 1-8 menit. Teknik Ivy menggunakan lengan bawah untuk insisi merupakan teknik yang paling terkenal. Aspirin dan antiinflamasi dapat memperlama waktu perdarahan.

Uji ini tidak boleh dilakukan jika penderita sedang mengkonsumsi antikoagulan atau aspirin; pengobatan harus ditangguhkan dulu selama 3 – 7 hari.


Prosedur
  1. Metode Ivy
    • Pasang manset tensimeter pada lengan atas pasien kemudian atur tekanan pada 40 mmHg. Tekanan ini dipertahankan hingga pemeriksaan selesai.
    • Pilih lokasi penusukan pada satu tempat kira-kira 3 cm di bawah lipat siku. Bersihkan lokasi tersebut dengan kapas alkohol 70 %, tunggu hingga kering.
    • Tusuk kulit dengan lancet sedalam 3 mm. Hindari menusuk vena.
    • Hidupkan stopwatch saat darah mulai keluar kemudian isap darah yang keluar dengan kertas saring setiap 30 detik.
    • Matikan stopwatch pada saat darah berhenti mengalir.
    • Kurangi tekanan hingga 0 mmHg lalu lepas manset tensimeter.
    • Hitung masa perdarahan dengan menghitung jumlah noktah darah yang ada pada kertas saring. Jika telah lewat 10 menit perdarahan masih berlangsung, maka hentikan pemeriksaan ini.
  2. Metode Duke
    • Bersihkan anak daun telinga dengan kapas alkohol 70 %, tunggu hingga kering.
    • Tusuk pinggir anak daun telinga dengan lancet sedalam 2 mm.
    • Hidupkan stopwatch saat darah mulai keluar kemudian isap darah yang keluar dengan kertas saring setiap 30 detik.
    • Matikan stopwatch pada saat darah berhenti mengalir.
    • Kurangi tekanan hingga 0 mmHg lalu lepas manset tensimeter.
    • Hitung masa perdarahan dengan menghitung jumlah noktah darah yang ada pada kertas saring.

Masalah Klinis

HASIL MEMENDEK : Penyakit Hodgkin
HASIL MEMANJANG : idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP), abnormalitas trombosit, abnormalitas vascular, leukemia, penyakit hati serius, disseminated intravascular coagulation (DIC), anemia aplastik, defisiensi faktor koagulasi (V, VII, XI). Pengaruh obat : salisilat (aspirin), dekstran, mitramisin, warfarin (Coumadin), streptokinase (streptodornasi, agens fibrinolitik).


Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
  • Metode yang digunakan; teknik yang tidak tepat – bila terjadi luka pungsi yang mungkin lebih dalam daripada yang seharusnya. Bila tetesan darah ditekan paksa pada permukaan kertas dan tidak menunggu tetesan darah benar-benar terisap dengan sendirinya pada kertas penghisap, hal ini dapat merusak partikel fibrin sehingga memperlama perdarahan.
  • Obat aspirin dan antikoagulan dapat memperlama perdarahan.

Masa Protrombin Plasma

Protrombin disintesis oleh hati dan merupakan prekursor tidak aktif dalam proses pembekuan. Protrombin dikonversi menjadi thrombin oleh tromboplastin yang diperlukan untuk membentuk bekuan darah.
Uji masa protrombin (prothrombin time, PT) untuk menilai kemampuan faktor koagulasi jalur ekstrinsik dan jalur bersama, yaitu : faktor I (fibrinogen), faktor II (prothrombin), faktor V (proakselerin), faktor VII (prokonvertin), dan faktor X (faktor Stuart). Perubahan faktor V dan VII akan memperpanjang PT selama 2 detik atau 10% dari nilai normal. Pada penyakit hati PT memanjang karena sel hati tidak dapat mensintesis protrombin.

PT memanjang karena defisiensi faktor koagulasi ekstrinsik dan bersama jika kadarnya <30% style="font-style: italic;">

International Committee for Standardization in Hematology (ICSH) menganjurkan tromboplastin jaringan yang digunakan harus distandardisasi dengan tromboplastin rujukan dari WHO untuk mendapatkan International Sensitivity Index (ISI). International Normalized Ratio (INR) adalah satuan yang lazim digunakan untuk pemantauan pemakaian antikoagulan oral. INR didadapatkan dengan membagi nilai PT yang didapat dengan nilai PT normal kemudian dipangkatkan dengan ISI. INR merupakan rancangan untuk memperbaiki proses pemantauan terhadap terapi warfarin sehingga INR digunakan sebagai uji terstandardisasi internasional untuk PT. INR dirancang untuk pemberian terapi warfarin jangka panjang dan hanya boleh digunakan setelah respons klien stabil terhadap warfarin. Stabilisasi memerlukan waktu sedikitnya seminggu. Standar INR tidak boleh digunakan jika klien baru memulai terapi warfarin guna menghindari hasil yang salah pada uji.


Penetapan
 Bahan pemeriksaan untuk uji PT adalah plasma sitrat yang diperoleh dari sampel darah vena dengan antikoagulan trisodium sitrat 3.2% (0.109M) dengan perbandingan 9:1. Darah sitrat harus diperiksa dalam waktu selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan. Sampel dipusingkan selama 10 menit dengan kecepatan 2.500 g. Plasma dipisahkan dan disimpan pada suhu 20 +5oC tahan 8 jam. Penyimpanan sampel plasma pada suhu 2-8oC menyebabkan teraktivasinya faktor VII (prokonvertin) oleh sistem kalikrein.

PT dapat diukur secara manual (visual), fotooptik atau elektromekanik. Teknik manual memiliki bias individu yang sangat besar sehingga tidak dianjurkan lagi. Tetapi pada keadaan dimana kadar fibrinogen sangat rendah dan tidak dapat dideteksi dengan alat otomatis, metode ini masih dapat digunakan. Metode otomatis dapat memeriksa sampel dalam jumlah besar dengan cepat dan teliti.

Prinsip pengukuran PT adalah menilai terbentuknya bekuan bila ke dalam plasma yang telah diinkubasi ditambahkan campuran tromboplastin jaringan dan ion kalsium. Reagen yang digunakan adalah kalsium tromboplastin, yaitu tromboplastin jaringan dalam larutan CaCl2. Beberapa jenis tromboplastin yang dapat dipergunakan misalnya :
  • Tromboplastin jaringan berasal dari emulsi ekstrak organ otak, paru atau otak dan paru dari kelinci dalam larutan CaCl2 dengan pengawet sodium azida (mis. Neoplastine CI plus)
  • Tromboplastin jaringan dari plasenta manusia dalam larutan CaCl2 dan pengawet (mis. Thromborel S).

Masalah Klinis

HASIL MEMANJANG : Penyakit hati (sirosis hati, hepatitis, abses hati, kanker hati, jaundice), afibrinogenemia, defisiensi faktor koagulasi (II, V, VII, X), disseminated intravascular coagulation (DIC), fibrinolisis, hemorrhagic disease of the newborn (HDN), gangguan reabsorbsi usus. Pengaruh obat : treatmen vitamin K antagonis, antibiotic (penisilin, streptomisin, karbenisilin, kloramfenikol [Chloromycetin], kanamisin [Kantrex], neomisin, tetrasiklin), antikoagulan oral (warfarin, dikumarol), klorpromazin (Thorazine), klordiazepoksid (Librium), difenilhidantoin (Dilantin), heparin, metildopa (Aldomet), mitramisin, reserpin (Serpasil), fenilbutazon (Butazolidin), quinidin, salisilat (aspirin), sulfonamide.

HASIL MEMENDEK : tromboflebitis, infark miokardial, embolisme pulmonal. Pengaruh Obat : barbiturate, digitalis, diuretic, difenhidramin (Benadryl), kontrasepsi oral, rifampin, metaproterenol (Alupent, Metaprel).


Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
  • Sampel darah membeku,
  • Membiarkan sampel darah sitrat disimpan pada suhu kamar selama beberapa jam,
  • Diet tinggi lemak (pemendekan PT) dan penggunaan alkohol (pemanjangan PT) dapat menyebabkan perubahan endogen dari produksi PT.

Masa Tromboplastin Parsial Teraktivasi

Tromboplastin parsial adalah fosfolipid yang berfungsi sebagai pengganti platelet factor 3 (PF3), dapat berasal dari manusia, tumbuhan dan hewan, dengan aktivator seperti kaolin, ellagic acid, micronized silica atau celite. Reagen komersil yang dipakai misalnya CK Prest 2 yang berasal dari jaringan otak kelinci dengan kaolin sebagai aktivator. Reagen Patrhrombin SL menggunakan fosfolipid dari tumbuhan dengan aktivator micronized silica.

Masa tromboplastin parsial teraktivasi (activated partial thromboplastin time, APTT) adalah uji laboratorium untuk menilai aktifitas faktor koagulasi jalur intrinsik dan jalur bersama, yaitu faktor XII (faktor Hagemen), pre-kalikrein, kininogen, faktor XI (plasma tromboplastin antecendent, PTA), faktor IX (factor Christmas), faktor VIII (antihemophilic factor, AHF), faktor X (faktor Stuart), faktor V (proakselerin), faktor II (protrombin) dan faktor I (fibrinogen). Tes ini untuk monitoring terapi heparin atau adanya circulating anticoagulant. APTT memanjang karena defisiensi faktor koagulasi instrinsik dan bersama jika kadarnya <> 7 detik dari nilai normal, maka hasil pemeriksaan itu dianggap abnormal.

APTT memanjang dijumpai pada :
  1. Defisiensi bawaan
    • Jika PPT normal kemungkinan kekurangan :
      • Faktor VIII
      • Faktor IX
      • Faktor XI
      • Faktor XII
    • Jika faktor-faktor koagulasi tersebut normal, kemungkinan kekurangan HMW kininogen (Fitzgerald factor)
    • Defisiensi vitamin K, defisiensi protrombin, hipofibrinogenemia.
  2. Defisiensi didapat dan kondisi abnormal seperti :
    • Penyakit hati (sirosis hati)
    • Leukemia (mielositik, monositik)
    • Penyakit von Willebrand (hemophilia vaskular)
    • Malaria
    • Koagulopati konsumtif, seperti pada disseminated intravascular coagulation (DIC)
    • Circulating anticoagulant (antiprothrombinase atau circulating anticoagulant terhadap suatu faktor koagulasi)
    • Selama terapi antikoagulan oral atau heparin


Penetapan

Pemeriksaan APTT dapat dilakukan dengan cara manual (visual) atau dengan alat otomatis (koagulometer), yang menggunakan metode foto-optik dan elektro-mekanik. Teknik manual memiliki bias individu yang sangat besar sehingga tidak dianjurkan lagi. Tetapi pada keadaan dimana kadar fibrinogen sangat rendah dan tidak dapat dideteksi dengan alat otomatis, metode ini masih dapat digunakan. Metode otomatis dapat memeriksa sampel dalam jumlah besar dengan cepat dan teliti.

Prinsip dari uji APTT adalah menginkubasikan plasma sitrat yang mengandung semua faktor koagulasi intrinsik kecuali kalsium dan trombosit dengan tromboplastin parsial (fosfolipid) dengan bahan pengaktif (mis. kaolin, ellagic acid, mikronized silica atau celite koloidal). Setelah ditambah kalsium maka akan terjadi bekuan fibrin. Waktu koagulasi dicatat sebagai APTT.

Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah darah vena dengan antikoagulan trisodium sitrat 3.2% (0.109M) dengan perbandingan 9:1. Gunakan tabung plastik atau gelas yang dilapisi silikon. Sampel dipusingkan selama 15 menit dengan kecepatan 2.500 g. Plasma dipisahkan dalam tabung plastik tahan 4 jam pada suhu 20±5oC. Jika dalam terapi heparin, plasma masih stabil dalam 2 jam pada suhu 20±5oC kalau sampling dengan antikoagulan citrate dan 4 jam pada suhu 20±5oC kalau sampling dengan tabung CTAD.


Nilai Rujukan

Nilai normal uji APTT adalah 20 – 35 detik, namun hasil ini bisa bervariasi untuk tiap laboratorium tergantung pada peralatan dan reagen yang digunakan.


Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
  • Pembekuan sampel darah,
  • Sampel darah hemolisis atau berbusa akibat dikocok-kocok,
  • Pengambilan sampel darah pada intravena-lines (mis. pada infus heparin).

Fibrinogen

Fibrinogen adalah glikoprotein dengan berat molekul mencapai 340.000 dalton. Fibrinogen disintesis di hati (1,7-5 g/hari) dan oleh megakariosit. Di dalam plasma kadarnya sekitar 200-400 mg/dl. Waktu paruh fibrinogen sekitar 3-5 hari.

Fibrinogen tersusun atas 6 rantai, yaitu : 2 rantai Aα, 2 rantai Bβ dan 2 rantai γ. Trombin (FIIa) memecah molekul fibrinogen menjadi 2 fibrinopeptide A (FPA) dari rantai Aα dan 2 fibrinopeptide B (FPB) dari rantai Bβ. Fibrin monomer yang dihasilkan dari reaksi ini kemudian berlekatan membentuk fibrin, yang selanjutnya distabilkan oleh factor XIIIa. Tahap pertama stabilisasi terdiri atas ikatan dua rantai γ dari dua fibrin monomer. Ikatan ini adalah asal dari D-Dimer, produk degradasi fibrin spesifik. Fibrinogen dapat didegradasi oleh plasmin.


Penetapan

Pengukuran kadar fibrinogen dapat dilakukan secara manual (visual), foto optik atau elektro mekanik. Pemeriksaan ini menilai terbentuknya bekuan bila ke dalam plasma yang diencerkan ditambahkan thrombin. Waktu pembekuan dari plasma terdilusi berbanding terbalik dengan kadar fibrinogen.

Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah darah vena dengan antikoagulan trisodium sitrat 3.2% (0.109M) dengan perbandingan 9:1. Gunakan tabung plastik atau gelas yang dilapisi silikon. Sampel dipusingkan selama 10 menit dengan kecepatan 2.500 g. Plasma dipisahkan dalam tabung plastik tahan 8 jam pada suhu 20±5oC.


Masalah Klinis

PENURUNAN KADAR : DIC, fibrinogenolisis, hipofibrinogenemia, komplikasi obstetrik, penyakit hati berat, leukemia. Pada dasarnya, masa protrombin (PPT) dan masa tromboplastin parsial (APTT) yang memanjang serta trombosit yang rendah menandakan terjadinya defisiensi fibrinogen dan juga merupakan tanda DIC. Produk degradasi fibrin (fibrin degradation product, FDP) biasanya diukur untuk memastikan terjadinya DIC.

PENINGKATAN KADAR : infeksi akut, penyakit kolagen, diabetes, sindroma inflamatori, obesitas. Pengaruh obat : kontrasepsi oral, heparin.


Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
  • Trauma paskabedah dan kehamilan trimester ketiga dapat menyebabkan temuan positif keliru dari peningkatan kadar fibrinogen,
  • Hemolisis sampel dapat menyebabkan temuan yang tidak akurat,
  • Kontrasepsi oral dan heparin dapat meningkatkan temuan uji.

Pengukuran D-dimer

D-Dimer adalah suatu fragmen degradasi fibrin yang dihasilkan setelah berlangsung fibrinolisis. Dinamakan demikian karena mengandung dua fragmen silang D protein fibrin. Kadar D-dimer digunakan untuk membantu mendiagnosis trombosis. Sejak diperkenalkan pada tahun 1990-an, ia telah menjadi tes penting yang dilakukan pada pasien yang diduga terdapat gangguan trombotik.


Bila vena atau arteri yang terluka dan darah mulai bocor, maka faktor-faktor pembekuan diaktifkan dalam urutan langkah-langkah pembekuan (disebut kaskade koagulasi) untuk membatasi pendarahan dan menciptakan gumpalan yang menyumbat luka. Gumpalan tersebut adalah benang protein yang disebut fibrin.

Setelah memiliki waktu untuk menyembuhkan daerah cedera tersebut, tubuh menggunakan protein yang disebut plasmin untuk memecahkan gumpalan (thrombus) menjadi bagian-bagian kecil sehingga dapat dibersihkan. Proses tersebut dinamakan fibrinolisis yang menghasilkan fragmen-fragmen yang disebut produk degradasi fibrin (fibrin degradation product, FDP). Salah satu produk degradasi fibrin tersebut adalah D-dimer. Pengukuran D-dimer dapat memberitahu bahwa telah terjadi proses yang abnormal pada mekanisme pembekuan darah.

Pengukuran D-Dimer diindikasikan apabila ada dugaan trombosis vena dalam (deep vein trombosis, DVT), emboli paru (pulmonary embolus/embolism, PE), pembekuan intravaskuler menyeluruh (disseminated intravascular coagulation, DIC), arterial thromboemboli, infark myocard, dll


PROSEDUR

Metode

Pengukuran D-dimer dapat dilakukan dengan cara aglutinasi atau imunometrik menggunakan antibodi monoklonal spesifik terhadap D-dimer. Pada cara aglutinasi, plasma penderita yang mengandung D-dimer direaksikan dengan partikel latex yang dilapisi antibodi monoklonal spesifik terhadap D-dimer membentuk gumpalan. Penentuan titer D-dimer dilakukan dengan mengencerkan plasma dengan buffer lalu mencampurnya dengan partikel latex. Titer D-dimer adalah pengenceran plasma tertinggi yang masih menunjukkan gumpalan.

Pengukuran secara imunometrik, plasma penderita yang mengandung D-dimer diteteskan pada suatu membran yang dilapisi antibodi monoklonal D-dimer dan kemudian ditambah konjugat yang mengandung partikel berwarna. Penentuan kadar D-dimer dilakukan dengan mengukur intensitas warna yang dihasilkan.

Spesimen

Spesimen yang diperlukan untuk pengukuran D-dimer adalah plasma citrat 9:1. Kumpulkan darah vena dalm tabung bertutup biru (citrat). Cegah jangan sampai hemolisis; campur spesimen dengan lembut dengan membolak-balikkan tabung secara perlahan, tabung jangan dikocok. Spesimen dipusingkan selama 15 menit pada 4000 rpm. Pisahkan plasmanya.


NILAI RUJUKAN

Hasil normal : negatif atau kurang dari 300 ng/ml



MASALAH KLINIS

Tes D-dimer yang dipesan bersama dengan tes laboratorium lainnya dan scan imaging, untuk membantu menyingkirkan, mendiagnosa, dan memantau penyakit dan kondisi yang menyebabkan hiperkoagulabilitas, kecenderungan untuk membeku yang tidak normal. Salah satu yang paling umum dari kondisi-kondisi ini adalah trombosis vena dalam (DVT), yang melibatkan pembentukan gumpalan dalam pembuluh darah dalam tubuh, yang paling sering di kaki. Gumpalan ini dapat menjadi sangat besar dan menyumbat aliran darah di kaki, menyebabkan pembengkakan, nyeri, dan kerusakan jaringan. Gumpalan ini dapat saja patah menjadi potongan bekuan (disebut embolus) dan berjalan ke bagian lain dari tubuh (mis. paru-paru), di mana gumpalan dapat menyebabkan embolus atau emboli paru (PE).

Gumpalan juga dapat terbentuk di daerah lain, misalnya di arteri koroner yang menyebabkan infark miokard (serangan jantung). Gumpalan juga bisa terbentuk di dalam saluran atau katup jantung, terutama ketika jantung berdetak tidak teratur (fibrilasi atrial) atau ketika katup rusak. Pembekuan juga dapat terbentuk di arteri besar sebagai akibat dari kerusakan dari aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah). Gumpalan seperti potongan-potongan mungkin juga patah dan menyebabkan embolus yang menghalangi pembuluh nadi di organ lain, seperti otak (menyebabkan stroke) atau ginjal.

Pemeriksaan D-dimer dapat diminta ketika pasien memiliki gejala DVT, seperti nyeri kaki, pembengkakan, perubahan warna, edema, atau gejala PE, seperti sesak nafas, batuk, dan nyeri dada yang berhubungan dengan paru-paru. D-dimer sangat berguna ketika dokter berpendapat bahwa sesuatu selain DVT atau PE menyebabkan gejala.

Pengukuran D-dimer bersama dengan tes lainnya (PT, aPTT, fibrinogen dan hitung trombosit) juga digunakan untuk membantu mendiagnosis DIC. DIC adalah suatu sindroma dimana terjadi pembentukan fibrin yang menyebar di pembuluh darah yang terjadi sebagai akibat pembentukan trombin. Proses ini diawali dengan munculnya aktifitas faktor pembekuan dalam sirkulasi yang akhirnya diikuti dengan fibrinolisis sekunder. DIC merupakan suatu kondisi yang kompleks yang dapat timbul dari berbagai situasi, seperti :
  • solusio plasenta, abruptio placenta, embolus cairan ketuban, trauma, sindrom emboli lemak, sepsis, leukemia promielositik, sindrom retensi janin meninggal, hemolisis intravascular akut, bedah pintas kardiopulmonal
  • penyakit kompleks imun, penyakit hati, sengatan panas (heat stroke), luka bakar, vaskulitis, anoksia, asidosis
  • pankreatitis akut, syok septik, gigitan ular berbisa, kehamilan, eklampsia, penyakit jantung, beberapa jenis kanker, pasca persalinan.


Pada DIC, faktor-faktor pembekuan diaktifkan dan kemudian digunakan di seluruh tubuh. Hal ini menciptakan gumpalan darah di banyak tempat dan pada saat yang sama pasien rentan terhadap perdarahan yang berlebihan. Seorang pasien menunjukkan gejala DIC, seperti pendarahan gusi, mual, muntah, otot parah dan nyeri perut, kejang dan Oliguria (penurunan output urin). Kadar D-dimer dapat digunakan untuk memantau efektivitas pengobatan DIC.


Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium

  • Terapi antikoagulan dapat menyebabkan temuan negatif palsu
  • Kadar D-dimer akan meningkat pada orang lanjut usia
  • Hasil positif palsu dapat dijumpai pada pasien dengan rheumatoid arthritis (kadar faktor rheumatoid tinggi)
  • Hipertrigliseridemi atau lipemia dan hiperbilirubinemia dapat menyebabkan temuan positif palsu
  • Sampel hemolisis disebabkan oleh pengumpulan dan penanganan yang tidak tepat dapat menyebabkan temuan positif palsu.

Hitung Trombosit

Trombosit adalah fragmen atau kepingan-kepingan tidak berinti dari sitoplasma megakariosit yang berukuran 1-4 mikron dan beredar dalam sirkulasi darah selama 10 hari. Gambaran mikroskopik dengan pewarnaan Wright – Giemsa, trombosit tampak sebagai sel kecil, tak berinti, bulat dengan sitoplasma berwarna biru-keabu-abuan pucat yang berisi granula merah-ungu yang tersebar merata.
Trombosit memiliki peran dalam sistem hemostasis, suatu mekanisme faali tubuh untuk melindungi diri terhadap kemungkinan perdarahan atau kehilangan darah. Fungsi utama trombosit adalah melindungi pembuluh darah terhadap kerusakan endotel akibat trauma-trauma kecil yang terjadi sehari-hari dan mengawali penyembuhan luka pada dinding pembuluh darah. Mereka membentuk sumbatan dengan jalan adhesi (perlekatan trombosit pada jaringan sub-endotel pada pembuluh darah yang luka) dan agregasi (perlekatan antar sel trombosit).

Orang-orang dengan kelainan trombosit, baik kualitatif maupun kuantitatif, sering mengalami perdarahan-perdarahan kecil di kulit dan permukaan mukosa yang disebut ptechiae, dan tidak dapat mengehentikan perdarahan akibat luka yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Agar dapat berfungsi dengan baik, trombosit harus memadai dalam kuantitas (jumlah) dan kualitasnya. Pembentukan sumbat hemostatik akan berlangsung dengan normal jika jumlah trombosit memadai dan kemampuan trombosit untuk beradhesi dan beragregasi juga bagus.

Beberapa uji laboratorium yang digunakan untuk menilai kualitas trombosit adalah agregasi trombosit, retensi trombosit, retraksi bekuan, dan antibody anti trombosit. Sedangkan uji laboratorium untuk menilai kuantitas trombosit adalah masa perdarahan (bleeding time) dan hitung trombosit

Jumlah trombosit normal adalah 150.000 – 450.000 per mmk darah. Dikatakan trombositopenia ringan apabila jumlah trombosit antara 100.000 – 150.000 per mmk darah. Apabila jumlah trombosit kurang dari 60.000 per mmk darah maka akan cenderung terjadi perdarahan. Jika jumlah trombosit di atas 40.000 per mmk darah biasanya tidak terjadi perdarahan spontan, tetapi dapat terjadi perdarahan setelah trauma. Jika terjadi perdarahan spontan kemungkinan fungsi trombosit terganggu atau ada gangguan pembekuan darah. Bila jumlah trombosit kurang dari 40.000 per mmk darah, biasanya terjadi perdarahan spontan dan bila jumlahnya kurang dari 10.000 per mmk darah perdarahan akan lebih berat. Dilihat dari segi klinik, penurunan jumlah trombosit lebih memerlukan perhatian daripada kenaikannya (trombositosis) karena adanya resiko perdarahan.

Metode untuk menghitung trombombosit telah banyak dibuat dan jumlahnya jelas tergantung dari kenyataan bahwa sukar untuk menghitung sel-sel trombosit yang merupakan partikel kecil, mudah aglutinasi dan mudah pecah. Sukar membedakan trombosit dengan kotoran.

Hitung trombosit dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Metode secara langsung dengan menggunakan kamar hitung yaitu dengan mikroskop fase kontras dan mikroskop cahaya (Rees-Ecker) maupun secara otomatis. Metode yang dianjurkan adalah penghitungan dengan mikroskop fase kontras dan otomatis. Metode otomatis akhir-akhir ini banyak dilakukan karena bisa mengurangi subyektifitas pemeriksaan dan penampilan diagnostik alat ini cukup baik.

Hitung trombosit secara tidak langsung yaitu dengan menghitung jumlah trombosit pada sediaan apus darah yang telah diwarnai. Cara ini cukup sederhana, mudah dikerjakan, murah dan praktis. Keunggulan cara ini adalah dalam mengungkapkan ukuran dan morfologi trombosit, tetapi kekurangannya adalah bahwa perlekatan ke kaca obyek atau distribusi yang tidak merata di dalam apusan dapat menyebabkan perbedaan yang mencolok dalam perhitungan konsentrasi trombosit. Sebagai petunjuk praktis adalah bahwa hitung trombosit adekuat apabila apusan mengandung satu trombosit per duapuluh eritrosit, atau dua sampai tiga trombosit per lapang pandang besar (minyak imersi). Pemeriksaan apusan harus selalu dilakukan apabila hitung trombosit rendah karena penggumpalan trombosit dapat menyebabkan hitung trombosit rendah palsu.

Bahan pemeriksaan yang dianjurkan untuk pemeriksaan hitung trombosit adalah darah EDTA. Antikoagulan ini mencegah pembekuan darah dengan cara mengikat kalsium dan juga dapat menghambat agregasi trombosit.


Metode langsung (Rees Ecker)

Hitung trombosit secara langsung menggunakan kamar hitung yaitu dengan mikroskop cahaya. Pada hitung trombosit cara Rees-Ecker, darah diencerkan ke dalam larutan yang mengandung Brilliant Cresyl Blue sehingga trombosit tercat biru muda. Sel trombosit dihitung dengan menggunakan kamar hitung standar dan mikroskop. Secara mikroskopik trombosit tampak refraktil dan mengkilat berwarna biru muda/lila lebih kecil dari eritrosit serta berbentuk bulat, lonjong atau koma tersebar atau bergerombol. Cara ini memiliki kesalahan sebesar 16-25%, penyebabnya karena faktor teknik pengambilan sampel yang menyebabkan trombosit bergerombol sehingga sulit dihitung, pengenceran tidak akurat dan penyebaran trombosit yang tidak merata.


Metode fase-kontras

Pada hitung trombosit metode fase kontras, darah diencerkan ke dalam larutan ammonium oksalat 1% sehingga semua eritrosit dihemolisis. Sel trombosit dihitung dengan menggunakan kamar hitung standar dan mikroskop fase kontras. Sel-sel lekosit dan trombosit tampak bersinar dengan latar belakang gelap. Trombosit tampat bulat atau bulat telur dan berwarna biru muda/lila terang. Bila fokus dinaik-turunkan tampak perubahan yang bagus/kontras, mudah dibedakan dengan kotoran karena sifat refraktilnya. Kesalahan dengan metode ini sebesar 8 – 10%.

Metode fase kontras adalah pengitungan secara manual yang paling baik. Penyebab kesalahan yang utama pada cara ini, selain faktor teknis atau pengenceran yang tidak akurat, adalah pencampuran yang belum merata dan adanya perlekatan trombosit atau agregasi.


Modifikasi metode fase-kontras dengan plasma darah

Metodenya sama seperti fase-kontras tetapi sebagai pengganti pengenceran dipakai plasma. Darah dibiarkan pada suhu kamar sampai tampak beberapa mm plasma. Selanjutnya plasma diencerkan dengan larutan pengencer dan dihitung trombosit dengan kamar hitung seperti pada metode fase-kontras.


Metode tidak langsung

Cara ini menggunakan sediaan apus darah yang diwarnai dengan pewarna Wright, Giemsa atau May Grunwald. Sel trombosit dihitung pada bagian sediaan dimana eritrosit tersebar secara merata dan tidak saling tumpang tindih.

Metode hitung trombosit tak langsung adalah metode Fonio yaitu jumlah trombosit dibandingkan dengan jumlah eritrosit, sedangkan jumlah eritrosit itulah yang sebenarnya dihitung. Cara ini sekarang tidak digunakan lagi karena tidak praktis, dimana selain menghitung jumlah trombosit, juga harus dilakukan hitung eritrosit.

Penghitungan trombosit secara tidak langsung yang menggunakan sediaan apus dilakukan dalam 10 lpmi x 2000 atau 20 lpmi x 1000 memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang baik untuk populasi trombosit normal dan tinggi (trombositosis). Korelasinya dengan metode otomatis dan bilik hitung cukup erat. Sedangkan untuk populasi trombosit rendah (trombositopenia) di bawah 100.000 per mmk, penghitungan trombosit dianjurkan dalam 10 lpmi x 2000 karena memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang baik. Korelasi dengan metode lain cukup erat.


Hitung Trombosit Otomatis

Penghitung sel otomatis mampu mengukur secara langsung hitung trombosit selain hitung lekosit dan hitung eritrosit. Sebagian besar alat menghitung trombosit dan eritrosit bersama-sama, namun keduanya dibedakan berdasarkan ukuran. Partikel yang lebih kecil dihitung sebagai trombosit dan partikel yang lebih besar dihitung sebagai eritrosit. Dengan alat ini, penghitungan dapat dilakukan terhadap lebih banyak trombosit. Teknik ini dapat mengalami kesalahan apabila jumlah lekosit lebih dari 100.000/mmk, apabila terjadi fragmentasi eritrosit yang berat, apabila cairan pengencer berisi partikel-partikel eksogen, apabila sampel sudah terlalu lama didiamkan sewaktu pemrosesan atau apabila trombosit saling melekat.


Masalah Klinis
  • PENURUNAN JUMLAH : ITP, myeloma multiple, kanker (tulang, saluran gastrointestinal, otak), leukemia (limfositik, mielositik, monositik), anemia aplastik, penyakit hati (sirosis, hepatitis aktif kronis), SLE, DIC, eklampsia, penyakit ginjal, demam rematik akut. Pengaruh obat : antibiotik (kloromisetin, streptomisin), sulfonamide, aspirin (salisilat), quinidin, quinine, asetazolamid (Diamox), amidopirin, diuretik tiazid, meprobamat (Equanil), fenilbutazon (Butazolidin), tolbutamid (Orinase), injeksi vaksin, agen kemoterapeutik.
  • PENINGKATAN JUMLAH : Polisitemia vera, trauma (fraktur, pembedahan), paskasplenektomi, karsinoma metastatic, embolisme pulmonary, dataran tinggi, tuberculosis, retikulositosis, latihan fisik berat. Pengaruh obat : epinefrin (adrenalin)

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
  • Kemoterapi dan sinar X dapat menurunkan hitung trombosit,
  • Pengaruh obat (lihat pengaruh obat),
  • Penggunaan darah kapiler menyebabkan hitung trombosit cenderung lebih rendah,
  • Pengambilan sampel darah yang lamban menyebabkan trombosit saling melekat (agregasi) sehingga jumlahnya menurun palsu,
  • Tidak segera mencampur darah dengan antikoagulan atau pencampuran yang kurang adekuat juga dapat menyebabkan agregasi trombosit, bahkan dapat terjadi bekuan,
  • Perbandingan volume darah dengan antikoagulan tidak sesuai dapat menyebabkan kesalahan pada hasil :
    • Jika volume terlalu sedikit (= EDTA terlalu berlebihan), sel-sel eritrosit mengalami krenasi, sedangkan trombosit membesar dan mengalami disintegrasi.
    • Jika volume terlalu banyak (=EDTA terlalu sedikit) dapat menyebabkan terbentuknya jendalan yang berakibat menurunnya jumlah trombosit.
  • Penundaan pemeriksaan lebih dari 1 jam menyebabkan perubahan jumlah trombosit

Bahan Bacaan :
  1. Dacie, S.J.V. dan Lewis S.M., 1991, Practical Hematology, 7th ed., Longman Singapore Publishers Ptc. Ltd., Singapore.
  2. Gandasoebrata, R., 1992, Penuntun Laboratorium Klinik, Dian Rakyat, Bandung.
  3. Koepke, J.A., 1991, Practical Laboratory Hematology, 1st ed., Churchill Livingstone, New York.
  4. Laboratorium Patologi Klinik FK-UGM, 1995, Tuntunan Praktikum Hematologi, Bagian Patologi Klinik FK-UGM, Yogyakarta.
  5. Oesman, Farida & R. Setiabudy, 1992, Fisiologi Hemostasis dan Fibrinolisis, dalam : Setiabudy, R. (ed.), 1992, Hemostasis dan Trombosis, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
  6. Ratnaningsih, T. dan Setyawati, 2003, Perbandingan Antara hitung Trombosit Metode Langsung dan Tidak Langsung Pada Trombositopenia, Berkala Kesehatan Klinik, Vol. IX, No. 1, Juni 2003, RS Dr. Sardjito, Yogyakarta.
  7. Ratnaningsih, T. dan Usi Sukorini, 2005, Pengaruh Konsentrasi Na2EDTA Terhadap Perubahan Parameter Hematologi, FK UGM, Yogyakarta.
  8. Sacher, Ronald A. dan Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, 2004, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta.
  9. Widmann, Frances K., alih bahasa : S. Boedina Kresno dkk., 1992, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi 9, cetakan ke-1, EGC, Jakarta, hlm. 117-132.
  10. Kee, Joyce LeFever, 2007, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik, Edisi 6, EGC, Jakarta.