Showing posts with label Health Info. Show all posts
Showing posts with label Health Info. Show all posts

June 08, 2016

Hazards of Ultraviolet Radiation in Labs

Ultraviolet (UV) radiation is electromagnetic energy with a wavelength just shorter than that of visible light. UV energy stimulates vitamin D production in our bodies and is a treatment for psoriasis, but can also cause skin cancer, sunburns and cataracts. This page will help to identify:

Sources of UV Radiation in Labs

Germicidal lamps emit radiation almost exclusively in the far-UV range of 254 nm. They are commonly used in biological safety cabinets and are not to be relied on as the only method of decontamination.
The UV light box is another UV source in use in laboratories. This instrument is a box with a glass top and a UV lamp inside. Some units have multiple lamps that allow a choice of wavelength.
Most of these instruments are stationary, but a few are hand-held types that carry the same hazards as the stationary models.  Nucleic acid (DNA or RNA) which has been stained with the chemical Ethidium Bromide, lights up when exposed to UV light.
The Journal of Chemical Health & Safety published an assessment of UV exposure from transilluminator light boxes that explains hazards, controls and some common mistakes.
UV-Crosslinker is used to "cross-link" or covalently attach nucleic acid to a surface or membrane following Southern blotting, Northern blotting, dot blotting, and Colony/Plaque lifts. Since the DNA will be used in place, a 254 nm wavelength is used to maximize adherence.

December 18, 2013

Rapid Test SD Bio Line 'Dengue Duo'

Cek Demam Berdarah Lewat Dengue Duo 
 
Semakin meningkatnya kasus demam berdarah maka dipandang perlu adanya alat untuk mendeteksi demam berdarah secara cepat, tepat dan akurat. Produk rapid test (tes cepat) Dengue Duo dari Indofarma bisa mendeteksinya secara cepat.

August 21, 2012

Phyllanthus niruri ( Meniran )


  Klasifikasi
Kingdom       : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom  : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi           : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas            : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas     : Rosidae
Ordo             : Euphorbiales
Famili           : Euphorbiaceae
Genus           : Phyllanthus
Spesies         : Phyllanthus niruri L.

  Morfologi
Meniran (Phyllanthus niruri) adalah tanaman semusim, tumbuh tegak, bercabang-cabang, dan tingginya antara 30cm-50cm.
1.      Batang
Tanaman meniran (Phyllanthus niruri) ini memiliki batang yang berbentuk bulat berbatang basah dengan tinggi kurang dari 50cm, berwarna hijau, diameternya ± 3 mm.
2.      Daun
Tanaman ini memiliki daun majemuk, tata letak daunnya berseling                ( Deccussate ), bentuk daun bulat telur (ovale), ujung daunnya tumpul, pangkalnya membulat, memiliki tepi daun yang rata ( Entire ), memiliki anak daun 15-24, memiliki panjang ± 1,5 cm, lebar ± 7 mm, dan berwarna hijau. Daun meniran ini termasuk pada tipe daun yang tidak lengkap yaitu pada bagian daun bertangkai karena tanaman ini hanya memiliki tangkai dan beberapa heliaan daun.
3.      Bunga
Tanaman ini memiliki bunga tunggal yang terdapat pada ketiak daun menghadap ke arah bawah, menggantung dan berwarna putih. Memiliki daun kelopak yang berbentuk bintang, benang sari dan putik tidak terlihat jelas, mahkota bunga kecil dan berwarna putih.
4.      Buah
Tanaman ini memiliki buah yang berbentuk kotak, bulat pipih dan licin, diameter  ± 2mm dan berwarna hijau.
5.      Biji
Tanaman ini memiliki biji yang kecil, keras dan berbentuk ginjal serta berwarna coklat.
6.      Akar
Tanaman ini memiliki akar tunggang yang berwarna putih.

HERBARIUM

Dalam mempelajari biologi kita akan menemukan masalah dan akan berusaha memecahkan permasalahan itu. Misalnya, tidak semua objek penelitian dengan mudah ditemukan disekitar kita karena objek tersebut langka atau habitat jauh (dipantai atau di gunung) sehingga kita membutuhkan suatu koleksi awetan. Koleksi tersebut dappat membantu kita dalam mempelajari biologi. 
Contoh koleksi objek biologi adalah insektarium, herbarium, dan taksiderium. Dalam hal ini kita akan lebih khusus membahas mengenai herbarium. 2Beberapa yang harus diperhatikan dalam membuat koleksi awetan adalah sebagai berikut :
  1. Kelengkapan organ tubuh objek,
  2. Cara pengawetan dan penyimpanan objek
  3. Kelestarian objek dengan membatasi pengambilan objek.
Pada awalnya banyak spesimen herbarium disimpan di dalam buku sebagai koleksi pribadi tetapi pada abad ke-17 praktek ini telah berkembang dan menyebar di Eropa. Karl von Linné (1707-1778) adalah orang berjasa mengembangkan teknik herbarium.
Herbarium digunakan ilmuwan untuk memahami dunia tumbuhan. Herbarium pertama kali ditemukan pada tahun 1600-an di Eropa. Cara paling sederhana untuk membuat herbarium adalah dengan mengeringkan organ tumbuhan yang selanjutnya ditata, diberi label, alu disimpan. Namun, jika ingin hasilnya lebih bagus dan awet, maka kita perlu melakukan pengawetan. Larutan pengawetan untuk membuat herbarium basah dan kering berbeda. Untuk membuat herbarium kering kita dapat menggunakan bahan pengawet tunggal ataupun pengawet campuran. Objek tumbuhan yang hendak dibuat herbarium dicelupkan atau direndam beberapa menit dalam larutan pengawet tersebut lalu dikeringkan dengan cara dijemur atau diangin-anginkan. Pengeringan objek tumbuhan juga dapat dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 60-70o C. Pengeringan dengan menggunakan oven untuk organ daun akan kurang baik hasilnya karena daun akan menjadi lebih mudah rusak.
Pengawetan terhadap hewan atau tumbuhan dapat dilakukan degan cara basah atau kering. Cara dan bahan pengawet yang digunakan bervariasi, bergantung pasa isfat objeknya. Untuk organ tumbuhn yang berdaging, seperti buah, biasanya dilakukan pengawetan dengan menggunakan awetan basah. Organ tumbuhan, sperti daun, batang, dan akar, dilakukan pengawetan dengan menggunakan awetan kering.

August 20, 2012

DENGUE

Pendahuluan
Dengue merupakan penyakit virus asal arthropoda yang paling penting di daerah tropis dan subtropis di dunia dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di Amerika, Asia dan Afrika.1.2.3   Infeksi  Dengue merupakan masalah kesehatan internasional, badan kesehatan dunia The World Health Organization (WHO)  memperkirakan  sekitar 2,5 miliar penduduk dunia berisiko terinfeksi dengan kejadian infeksi 50 sampai 100 juta kasus setiap tahunnya.2,4
Dengue ditemukan di daerah tropis dan subtropis terutama diperkotaan dan pinggiran kota. Demam Berdarah Dengue, berpotensi terjadi komplikasi yang mematikan, dikenal pertama kali pada tahun 1950 pada kejadian epidemik di Thailand dan Philipina. Dewasa ini Demam Berdarah Dengue merupakan penyebab utama kasus perawatan rumah sakit dan kematian khususnya pada anak-anak. Proses penyembuhan dari infeksi oleh salah satu tipe virus akan menimbulkan kekebalan seumur hidup, akan tetapi tidak bersifat protektif terhadap ketiga tipe virus lainnya. Telah terdapat  banyak bukti yang menyatakan bahwa infeksi kedua (secondary infection) virus akan menyebabkan infeksi lebih berkembang ke arah Demam Berdarah Dengue (DBD). Insiden  Dengue di dunia sebanyak 2,5 miliar, sebanyak dua perlima penduduk dunia berada dalam risiko terinfeksi Dengue. Badan kesehatan dunia WHO memperkirakan 50 juta infeksi Dengue terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya. Ditahun 2007 sendiri dilaporkan 890.000 kasus infeksi Dengue di Amerika, dimana 26.000 adalah infeksi Demam Berdarah Dengue.1
Meskipun banyak  infeksi Dengue bersifat asimtomatik, beberapa menimbulkan bermacam-macam gejala klinis mulai dari demam ringan yang tidak spesifik, Dengue fever (DF), Dengue haemorraghic fever (DHF) sampai yang mengarah kepada penyakit yang berat Dengue shock syndrome (DSS).  Demam Dengue  (DF) ditandai dengan demam, kemerahan kulit, sakit kepala, nyeri tulang  dan lesu akan tetapi gejala dapat berkembang ke arah yang lebih berat yaitu (DHF/DSS). DHF ditandai dengan kelainan vaskuler yaitu kebocoran kapiler dan gangguan hematologis dengan penurunan jumlah trombosit (thrombocytopenia), peningkatan jumlah sitokin, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, dan perdarahan spontan sedangkan DSS berkembang ke arah syok hipovolemik.4,5,7 Pada kasus  DHF/DSS meningkat seiring  dengan  peningkatan jumlah virus, hampir 35-37% kasus infeksi Dengue memerlukan perawatan rumah sakit.4 Telah diketahui lebih dari 100 negara, virus Dengue merupakan faktor penyebab penyakit dan mengancam hampir 40% (2,5 miliar) seluruh penduduk dunia.6
Saat ini belum ada obat yang sesuai untuk penanganan demam berdarah Dengue selain terapi suportif. 4,5,7 Demam Dengue yang tidak dirawat dan mengalami komplikasi dapat mencapai angka kematian 50%. Berdasarkan data WHO, DSS/DHF adalah merupakan penyebab utama kematian anak-anak dibeberapa Negara Asia.4

July 12, 2012

Temephos

TRADE OR OTHER NAMES

Trade names for products containing the compound include Abat, Abate, Abathion, Biothion, Bithion, Difennthos, Ecopro, Nimitox, and Swebate. The compound may also be found in mixed formulations with other insecticides including trichlorfon.

INTRODUCTION

Temephos is an non-systemic organophosphorus insecticide used to control mosquito, midge and black fly larvae. It is used in lakes, ponds and wetlands. It also may be used to control fleas on dogs and cats and to control lice on humans. Temephos is a General Use Pesticide.

February 08, 2012

INDIKATOR KINERJA RUMAH SAKIT

STANDAR PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT.
 
1. Standar Pelayanan Rumah Sakit Daerah adalah penyelenggaraan pelayanan manajemen rumah sakit, pelayanan medik, pelayanan penunjang dan pelayanan keperawatan baik rawat inap maupun rawat jalan yang minimal harus diselenggarakan oleh rumah sakit.
 
2. Indikator
Merupakan variabel ukuran atau tolok ukur yang dapat menunjukkan indikasi-indikasi terjadinya perubahan tertentu. Untuk mengukur kinerja rumah sakit ada beberapa indikator, yaitu:
  • Input, yang dapat mengukur pada bahan alat sistem prosedur atau orang yang memberikan pelayanan misalnya jumlah dokter, kelengkapan alat, prosedur tetap dan lain-lain.
  • Proses, yang dapat mengukur perubahan pada saat pelayanan yang misalnya kecepatan pelayanan, pelayanan dengan ramah dan lain-;ain.
  • Output, yang dapat menjadi tolok ukur pada hasil yang dicapai, misalnya jumlah yang dilayani, jumlah pasien yang dioperasi, kebersihan ruangan.
  • Outcome, yang menjadi tolok ukur dan merupakan dampak dari hasil pelayanan sebagai misalnya keluhan pasien yang merasa tidak puas terhadap pelayanan dan lain-lain.
  • Benefit, adalah tolok ukur dari keuntungan yang diperoleh pihak rumah sakit maupun penerima pelayanan atau pasien yang misal biaya pelayanan yang lebih murah, peningkatan pendapatan rumah sakit.
  • Impact, adalah tolok ukur dampak pada lingkungan atau masyarakat luas misalnya angka kematian ibu yang menurun, meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, meningkatnya kesejahteraan karyawan.
3. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan dalam melakukan kegiatan. Standar ini dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan propinsi, kabupaten/kota sesuai dengan evidence base.
 
4. Bahwa rumah Sakit sesuai dengan tuntutan daripada kewenangan wajib yang harus dilaksanakan oleh rumah sakit propinsi/kabupaten/kota, maka harus memberikan pelayanan untuk keluarga miskin dengan biaya ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
 
5. Secara khusus selain pelayanan yang harus diberikan kepada masyarakat wilayah setempat maka rumah sakit juga harus meningkatkan manajemen di dalam rumah sakit yaitu meliputi:
a. Manajemen Sumberdaya Manusia.
b. Manajemen Keuangan.
c. Manajemen Sistem Informasi Rumah Sakit, kedalam dan keluar rumah sakit.
d. Sarana prasarana.
e. Mutu Pelayanan.

January 02, 2012

Phlebotomy

Flebotomi (bahasa inggris:phlebotomy) berasal dari kata Yunani phleb dan tomia. Phleb berarti pembuluh darah vena dan tomia berarti mengiris/memotong (“cutting”). Dulu dikenal istilah venasectie(Belanda), venesection atau venisection(Inggris).
Flebotomist adalah seorang tenaga medic yang telah mendapat latihan untuk mengeluarkan dan menampung specimen darah dari pembuluh darah vena, arteri atau kapiler. Akhir-akhir ini dikenal lagi suatu teknik microcollection.

Trichomonas vaginalis

Klasifikasi :
Class: Flagellata
Family: Trichomonadidae
Genus: Trichomonas
Speciees: Trichomonas vaginalis
Trichomonas hominis
Trichomonas faetus

Sejarah dan Penyebaran :
Spesies parasit ini ditemukan pertama kali oleh Donne 1836 pada sekresi purulen dari vagina wanita dan sekresi traktus urogenital pria. Pada tahun 1837, protozoa ini dinamakan Trichomonas vaginalis. Parasit ini bersifat cosmopolitan ditemukan pada saluran reproduksi pria dan wanita. Penyebab terjadinya keputihan pada wanita. Biasa disebut leukorrhoe atau flour albus.

January 01, 2012

Kaitan Hipertensi dengan Funsi Ginjal

Hipertensi

Hipertensi merupakan penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah. Berdasarkan ISH/WHO dan JNC 7 Report 2003, seseorang dikatakan menderita hipertensi apabila memiliki tekanan darah 140/90 mmHg. Kebannyakan penderita hipertensi tidak memberikan gejala sehingga dikenal juga sebagai "Silent Desease". Keadaan hipertensi yang tidak dikendalikan dapat menimbulkan komplikasi berupa kerusakan organ target.

Komplikasi Hipertensi
Organ yang paling sering menjadi target kerusakan akibat hipertensi adalah :
  • Otak, Dapat menyebabkan Stroke
  • Jantung, dapat menyebabkan PJK dan gagal jantung
  • Ginjal, dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik dan gagal ginjal terminal
  • Mata, dapat menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan.

December 26, 2011

Menghitung Kebutuhan SDM Berdasarkan Beban Kerja

Komponen kunci dari perencanaan SDM adalah penentuan tipe SDM yang diperlukan. Perencanaan SDM bertujuan untuk mencocokkan SDM dengan kebutuhan organisasi yang dinyatakan dalam bentuk aktifitas. Merencanakan kebutuhan SDM berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut [1] :
a. mendapatkan dan mempertahankan jumlah dan mutu karyawan
b. mengidentifikasi tuntutan keterampilan dan cara memenuhinya
c. menghadapi kelebihan atau kekurangan karyawan
d. mengembangkan tatanan kerja yang fleksibel
e. meningkatkan pemanfaatan karyawan

December 24, 2011

Tinjauan Mutu Pelayanan Laboratorium Klinik Rumah Sakit

Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Pada saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan semakin meningkat dan sudah mengarah pada spesialisasi dan subspesialisasi. Semakin pesat lajunya pembangunan, semakin besar pula tuntutan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Perlu disadari bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, tuntutan akan pelayanan kesehatan yang bermutu pun semakin meningkat. Di lain pihak pelayanan Rumah Sakit yang memadai, baik di bidang diagnostik maupun pengobatan semakin dibutuhkan. Sejalan dengan itu maka pelayanan diagnostik yang diselenggarakan oleh laboratorium klinik Rumah Sakit sangat perlu untuk menerapkan sebuah standar mutu untuk menjamin kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.

UU No. 23 / 1992 tentang kesehatan menjadi landasan hukum yang kuat untuk pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Sebagai penjabaran dari undang-undang tersebut salah satunya adalah Surat Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Medik Nomor HK 006.06.3.5.00788 tahun 1995 tentang pelaksanaan akreditasi Rumah Sakit (termasuk di dalamnya adalah pelayanan laboratorium klinik) untuk mengukur mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

Berkaitan dengan pengukuran mutu pelayanan kesehatan tersebut, menurut Donabedian ada 3 variabel yang dapat digunakan untuk mengukur mutu, yaitu :
  1. Input (struktur), ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kesehatan, seperti SDM, dana, obat, fasilitas, peralatan , bahan, teknologi, organisasi, informasi dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Hubungan input dengan mutu adalah dalam perencanaan dan penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
  2. Proses, ialah interaksi professional antara pemberi layanan dengan konsumen (pasien / masyarakat ). Proses ini merupakan variable penilaian mutu yang penting.
  3. Output/outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi pada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan, laboratorium klinik yang terdapat dalam seluruh Rumah Sakit perlu dikelola dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen yang tepat. Salah satu pendekatan mutu yang digunakan adalah Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Magement, TQM).

Menurut Sulistiyani & Rosidah (2003) konsep TQM pada mulanya dipelopori oleh W. Edward Deming, seorang doktor di bidang statistik yang diilhami oleh manajemen Jepang yang selalu konsisten terhadap kualitas terhadap produk-produk dan layananannya. TQM adalah suatu pendekatan yang seharusnya dilakukan oleh organisasi masa kini untuk memperbaiki otputnya, menekan biaya produksi serta meningkatkan produksi. Total mempunyai konotasi seluruh sistem, yaitu seluruh proses, seluruh pegawai, termasuk pemakai produk dan jasa juga supplier. Quality berarti karakteristik yang memenuhi kebutuhan pemakai, sedangkan management berarti proses komunikasi vertikal dan horizontal, top-down dan bottom-up, guna mencapai mutu dan produktivitas.

Pendekatan Manajemen Mutu Terpadu dalam pelayanan laboratorium menurut Sianipar (1997) adalah menggunakan konsep dari Creech, yaitu suatu pendekatan manajemen yang merupakan suatu sistem yang mempunyai struktur yang mampu menciptakan partisipasi menyeluruh dari seluruh jajaran organisasi dalam merencanakan dan menerapkan proses peningkatan yang berkesinambungan untuk memenuhi bahkan melebihi harapan pelanggan. Terdapat lima pilar Manajemen Mutu Terpadu, yaitu kepemimpinan, proses, organisasi, komitmen, produk dan service. Manajemen mutu terpadu berfokus pada peningkatan proses. Proses adalah transformasi dari input, dengan menggunakan mesin peralatan, perlengkapan metoda dan SDM untuk menghasilkan produk atau jasa bagi pelanggan.


PENINGKATAN MUTU PELAYANAN LABORATORIUM KLINIK

Menurut Pusorowati (2004), mutu pada hakekatnya adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa. Sedangkan mutu pelayanan laboratorium klinik Rumah Sakit diartikan sebagai derajat kesempurnaan pelayanan laboratorium klinik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen.

Upaya peningkatan mutu pelayanan laboratorium klinik merupakan serangkaian kegiatan yang komprehensif dan integral yang menyangkut struktur, proses dan outcome secara obyektif, sistematik dan berlanjut, memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan memecahkan maslah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan laboratorium yang diberikan berdaya guna dan berhasil guna.

Sasaran upaya meningkatkan mutu pelayanan laboratorium di rumah sakit adalah : meningkatkan kepuasan pelanggan (pasien, dokter dan pemakai jasa laboratorium lainnya), meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan laboratorium, dan efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki.

Cakupan kegiatan peningkatan mutu meliputi seluruh kegiatan teknis laboratorium dan kegiatan-kegiatan yang bersifat administrasi, serta manajemen laboratorium. Kegiatan teknis laboratorium meliputi seluruh kegiatan pra-analitik, analitik dan pasca-analitik. Kegiatan yang berkaitan dengan administrasi meliputi pendaftaran pasien / spesimen, pelayanan administrasi keuangan, dan pelayanan hasil pemeriksaan. Sedangkan kegiatan yang bersifat manajerial meliputi pemberdayaan sumber daya yang ada, termasuk di dalamnya adalah penatalaksanaan logistic dan pemberdayaan SDM.

Pendekatan yang dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan laboratorium di Instalasi Patologi Klinik adalah :
  1. Pendekatan tidak langsung
    • Program menjaga mutu (quality assurance/quality improvement), seperti pemeriksaan kontrol kualitas (quality control), Pemantapan Mutu Internal (PMI), Pemantapan Mutu Eksternal (PME)
    • Quality Assesment, seperti akreditasi, ISO 9001:2000
    • Total Quality Managemen (TQM)
    • Pengembangan standar profesi, seperti seminar / kursus / workshop / pelatihan, pendidikan berkelanjutan. Program ini dilakukan baik untuk Pranata Laboratorium maupun tenaga administrasi.
    • Risk management, misalnya penanganan komplain dari pelanggan.
    • Program-program khusus, misalnya mengukur kepuasan pelanggan melalui pemberian kuesioner.
  2. Pendekatan pemecahan masalahPemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur) yang berkesinambungan. Langkah pertama dalam siklus ini adalah identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari seluruh proses siklus karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan masalah. Masalah akan timbul apabila :
    • Terdapat penyimpangan antara hasil yang dicapai (output) dengan standar yang adab.
    • Terdapat ketidakpuasan akan penyimpangan tersebut.Pendekatan pemecahan masalah ini dapat dilakukan melalui kegiatan Gugus Kendali Mutu (GKM) atau dengan program Problem Solving for a Better Hospital (PSBH) yang tengah digalakkan oleh Manajemen Rumah Sakit. Pendekatan kegiatan PSBH mirip dengan GKM.

Bahan Bacaan :
  1. Kuncoro, T., et. al., 1997, Manajemen Proses di Laboratorium Klinik Menuju Produk yang Bermutu, Dalam : Sianipar, O. (ed), 1997, Prinsip-prinsip Manajemen Untuk Peningkatan Mutu Pelayanan Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit, Magister Manajemen Rumah Sakit, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
  2. Lewandrovsky, Kent, 2002, Clinical Chemistry : Laboratory Management and Clinical Corellations, Lippincot William & Wilkins, Philadelphia, USA.
  3. Mulyadi, Bagus, et. al., 2001, Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit, Worl Health Organization – Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
  4. Nawawi, H. Hadari, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan ke-3, Gama Press, Yogyakarta.
  5. Pusorowati, Nunuk, 2004, Konsep Dasar Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit, Clinical Epidemiology and Biostatistics Unit, RS Dr. Sardjito/FK-UGM, Yogyakarta.
  6. Sulistiyani, Ambar T. dan Rosidah, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia : Konsep, Teori dan Pengembangan Dalam Konteks Organisasi Publik, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Pemantapan Mutu

Pemantapan mutu (quality assurance) laboratorium adalah semua kegiatan yang ditujukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan laboratorium. Kegiatan ini terdiri atas empat komponen penting, yaitu : pemantapan mutu internal (PMI), pemantapan mutu eksternal (PME), verifikasi, validasi, audit, dan pendidikan dan pelatihan.
  1. Pemantapan Mutu Internal (PMI)Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh setiap laboratorium secara terus-menerus agar diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat. Kegiatan ini mencakup tiga tahapan proses, yaitu pra-analitik, analitik dan paska analitik. Beberapa kegiatan pemantapan mutu internal antara lain : persiapan penderita, pengambilan dan penanganan spesimen, kalibrasi peralatan, uji kualitas air, uji kualitas reagen, uji kualitas media, uji kualitas antigen-antisera, pemeliharaan strain kuman, uji ketelitian dan ketepatan, pencatatan dan pelaporan hasil.
  2. Pemantapan Mutu Eksternal (PME)PME adalah kegiatan pemantapan mutu yang diselenggaralan secara periodik oleh pihak lain di luar laboratorium yang bersangkutan untuk memantau dan menilai penampilan suatu laboratorium di bidang pemeriksaan tertentu. Penyelenggaraan PME dilaksanakan oleh pihak pemerintah, swasta atau internasional dan diikuti oleh semua laboratorium, baik milik pemerintah maupun swasta dan dikaitkan dengan akreditasi laboratorium kesehatan serta perizinan laboratorium kesehatan swasta. PME harus dilaksanakan sebagaimana kegiatan pemeriksaan yang biasa dilakukan oleh petugas yang biasa melakukan pemeriksaan dengan reagen/peralatan/metode yang biasa digunakan sehingga benar-benar dapat mencerminkan penampilan laboratorium tersebut yang sebenarnya. Setiap nilai yang diperoleh dari penyelenggara harus dicatat dan dievaluasi untuk mempertahankan mutu pemeriksaan atau perbaikan-perbaikan yang diperlukan untuk peningkatan mutu pemeriksaan.
  3. Verifikasi Verifikasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam melakukan kegiatan laboratorium mulai dari tahap pra-analitik, analitik sampai dengan pasca-analitik. Setiap tahapan tersebut harus dipastikan selalu berpedoman pada mutu sesuai dengan bakuan mutu yang ditetapkan.
  4. Validasi hasil Validasi hasil pemeriksaan merupakan upaya untuk memantapkan kualitas hasil pemeriksaan yang telah diperoleh melalui pemeriksaan ulang oleh laboratorium rujukan. Validasi dapat mencegah keragu-raguan atas hasil laboratorium yang dikeluarkan.
  5. AuditAudit adalah proses menilai atau memeriksa kembali secara kritis berbagai kegiatan yang dilaksanakan di laboratorium. Audit ada dua macam, yaitu audit internal dan audit eksternal. Audit internal dilakukan oleh tenaga laboratorium yang sudah senior. Penilaian yang dilakukan haruslah dapat mengukur berbagai indikator penampilan laboratorium, misalnya kecepatan pelayanan, ketelitian laporan hasil pemeriksaan laboratorium dan mengidentifikasi titik lemah dalam kegiatan laboratorium yang menyebabkan kesalahan sering terjadi. Audit eksternal bertujuan untuk memperoleh masukan dari pihak lain di luar laboratorium atau pemakai jasa laboratorium terhadap pelayanan dan mutu laboratorium. Pertemuan antara kepala-kepala laboratorium untuk membahas dan membandingkan berbagai metode, prosedur kerja, biaya dan lain-lain merupakan salah satu bentuk dari audit eksternal.
  6. Pendidikan dan PelatihanPendidikan dan pelatihan bagi tanaga laboratorium sangat penting untuk meningkatkan mutu pelayanan laboratorium melalui pendidikan formal, pelatihan teknis, seminar, workshop, simposium, dsb. Kegiatan ini harus dilaksanakan secara berkelanjutan dan dipantau pelaksanaannya.

PEMANTAPAN MUTU PRA-ANALITIK PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan menempati posisi penting dalam diagnosis invitro. Setidaknya terdapat 5 alasan penting mengapa pemeriksaan laboratorium diperlukan, yaitu : skrining, diagnosis, pemantauan progresifitas penyakit, monitor pengobatan dan prognosis penyakit. Oleh karena itu setiap laboratorium harus dapat memberikan data hasil tes yang teliti, cepat dan tepat.

Dalam proses pengendalian mutu laboratorium dikenal ada tiga tahapan penting, yaitu tahap pra analitik, analitik dan pasca analitik. Pada umumnya yang sering sering diawasi dalam pengendalian mutu hanya tahap analitik dan pasca analitik yang lebih cenderung kepada urusan administrasi, sedangkan proses pra analitik kurang mendapat perhatian.

Kesalahan pada proses pra-analitik dapat memberikan kontribusi sekitar 61% dari total kesalahan laboratorium, sementara kesalahan analitik 25%, dan kesalahan pasca analitik 14%. Proses pra-analitik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : pra-analitik ekstra laboratorium dan pra-analitik intra laboratorium. Proses-proses tersebut meliputi persiapan pasien, pengambilan spesimen, pengiriman spesimen ke laboratorium, penanganan spesimen, dan penyimpanan spesimen.

PERSIAPAN PASIEN
Persiapan pasien dimulai saat seorang dokter merencanakan pemeriksaan laboratorium bagi pasien. Dokter dibantu oleh paramedis diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tindakan apa yang akan dilakukan, manfaat dari tindakan itu, dan persyaratan apa yang harus dilakukan oleh pasien. Informasi yang diberikan harus jelas agar tidak menimbulkan ketakutan atau persepsi yang keliru bagi pasien. Pemilihan jenis tes yang kurang tepat atau tidak sesuai dengan kondisi klinis pasien akan menghasilkan interpretasi yang berbeda. Ketaatan pasien akan instruksi yang diberikan oleh dokter atau paramedis sangat berpengaruh terhadap hasil laboratorium; tidak diikutinya instruksi yang diberikan akan memberikan penilaian hasil laboratorium yang tidak tepat. Hal yang sama juga dapat terjadi bila keluarga pasien yang merawat tidak mengikuti instruksi tersebut dengan baik.

Ada beberapa sumber kesalahan yang kurang terkontrol dari proses pra-analitik yang dapat mempengaruhi keandalan pengujian laboratorium, tapi yang hampir tidak dapat diidentifikasi oleh staf laboratorium. Ini terutama mencakup variabel fisik pasien, seperti latihan fisik, puasa, diet, stres, efek posisi, menstruasi, kehamilan, gaya hidup (konsumsi alkohol, rokok, kopi, obat adiktif), usia, jenis kelamin, variasi diurnal, pasca transfusi, pasca donasi, pasca operasi, ketinggian. Karena variabel tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadap beberapa variabel biokimia dan hematologi, maka gaya hidup individu dan ritme biologis pasien harus selalu dipertimbangkan sebelum pengambilan sampel.


PERSIAPAN PENGUMPULAN SPESIMEN
Spesimen yang akan diperiksa laboratorium haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  • Jenisnya sesuai jenis pemeriksaan
  • Volume mencukupi
  • Kondisi baik : tidak lisis, segar/tidak kadaluwarsa, tidak berubah warna, tidak berubah bentuk, steril (untuk kultur kuman)
  • Pemakaian antikoagulan atau pengawet tepat
  • Ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat
  • Identitas benar sesuai dengan data pasien

Sebelum pengambilan spesimen, periksa form permintaan laboratorium. Identitas pasien harus ditulis dengan benar (nama, umur, jenis kelamin, nomor rekam medis, dsb) disertai diagnosis atau keterangan klinis. Periksa apakah identitas telah ditulis dengan benar sesuai dengan pasien yang akan diambil spesimen.

Tanyakan persiapan yang telah dilakukan oleh pasien, misalnya diet, puasa. Tanyakan juga mengenai obat-obatan yang dikonsumsi, minum alkohol, merokok, dsb. Catat apabila pasien telah mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minum alkohol, pasca transfusi, dsb. Catatan ini nantinya harus disertakan pada lembar hasil laboratorium.


1. Peralatan
Peralatan yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  • bersih, kering
  • tidak mengandung deterjen atau bahan kimia
  • terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat dalam spesimen
  • sekali pakai buang (disposable)
  • steril (terutama untuk kultur kuman)
  • tidak retak/pecah, mudah dibuka dan ditutup rapat, ukuran sesuai dengan volume spesimen

2. Antikoagulan
Antikoagulan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah pembekuan darah. Jenis antikoagulan yang dipergunakan harus disesuaikan dengan jenis pemeriksaan yang diminta. Volume darah yang ditambahkan juga harus tepat.


3. Pemilihan Lokasi Pengambilan Spesimen
Tentukan lokasi pengambilan spesimen sesuai dengan jenis spesimen yang diperlukan, seperti :
  • Darah vena umumnya diambil dari vena lengan (median cubiti, vena cephalic, atau vena basilic). Tempat pengambilan tidak boleh pada jalur infus atau transfusi, bekas luka, hematoma, oedema, canula, fistula
  • Darah arteri umumnya diambil dari arteri radialis (pergelangan tangan), arteri brachialis (lengan), atau arteri femoralis (lipat paha).
  • Darah kapiler umumnya diambil dari ujung jari tengah atau jari manis tangan bagian tepi atau pada daerah tumit 1/3 bagian tepi telapak kaki pada bayi. Tempat yang dipilih untuk pengambilan tidak boleh memperlihatkan gangguan peredaran darah seperti sianosis atau pucat.
  • Spesimen untuk pemeriksaan biakan kuman diambil dari tempat yang sedang mengalami infeksi, kecuali darah dan cairan otak.

4. Waktu Pengambilan
Penentuan waktu pengambilan spesimen penting untuk diperhatikan.
  • Umumnya pengambilan dilakukan pada waktu pagi (ideal)
  • Spesimen untuk kultur kuman diambil sebelum pemberian antibiotik
  • Spesimen untuk pemeriksaan GO diambil 2 jam setelah buang air yang terakhir
  • Spesimen untuk malaria diambil pada waktu demam
  • Spesimen untuk mikrofilaria diambil pada tengah malam
  • Spesimen dahak untuk pemeriksaan BTA diambil pagi hari setelah bangun tidur
  • Spesimen darah untuk pemeriksaan profil besi diambil pada pagi hari dan setelah puasa 10-12 jam


PENGAMBILAN SPESIMEN
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pengambilan spesimen adalah :
  1. Tehnik atau cara pengambilan. Pengambilan spesimen harus dilakukan dengan benar sesuai dengan standard operating procedure (SOP) yang ada.
  2. Cara menampung spesimen dalam wadah/penampung.
    • Seluruh sampel harus masuk ke dalam wadah (sesuai kapasitas), jangan ada yang menempel pada bagian luar tabung untuk menghindari bahaya infeksi.
    • Wadah harus dapat ditutup rapat dan diletakkan dalam posisi berdiri untuk mencegah spesimen tumpah.
    • Memindahkan spesimen darah dari syringe harus memperhatikan hal-hal seperti berikut :
      • Darah harus segera dimasukkan dalam tabung setelah sampling.
      • Lepaskan jarum, alirkan darah lewat dinding tabung perlahan-lahan agar tidak terjadi hemolisis.
      • Untuk pemeriksaan kultur kuman dan sensitivitas, pemindahan sampel ke dalam media dilakukan dengan cara aseptik
      • Pastikan jenis antikoagulan dan volume darah yang ditambahkan tidak keliru.
      • Homogenisasi segera darah yang menggunakan antikoagulan dengan lembut perlahan-lahan. Jangan mengkocok tabung keras-keras agar tidak hemolisis.
    • Menampung spesimen urin
      • Sediakan wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, mudah dibuka, mudah ditutup, dan bermulut lebar
      • Sebaiknya pasien diinstruksikan membuang urine yang mula-mula keluar sebelum mengumpulkan urine untuk diperiksa.
      • Untuk mendapatkan specimen clean catch diperlukan cara pembersihan lebih sempurna :
        • Mulut uretra dibersihkan dengan sabun dan kemudian membilasnya sampai bersih.
        • Penderita wanita harus lebih dulu membersihkan labia minora, lalu harus merenggangkannya pada waktu kencing.
      • Perempuan yang sedang menstruasi atau yang mengeluarkan banyak secret vagina, sebaiknya memasukkan tampon sebelum mengumpulkan specimen.
      • Bagian luar wadah urine harus dibilas dan dikeringkan setelah spesimen didapat dan keterangan tentang pemeriksaan harus jelas dicantumkan.
    • Menampung spesimen tinja
      • Sampel tinja sebaiknya berasal dari defekasi spontan. Jika sangat diperlukan, sampel tinja juga dapat diperoleh dari pemeriksaan colok dubur.
      • Masukkan sampel ke dalam wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, dapat ditutup rapat, dapat dibuka dengan mudah dan bermulut lebar.
    • Menampung spesimen dahakPenting untuk mendapatkan sekret bronkial dan bukan ludah atau sekret hidung.
      • Sediakan wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, mudah dibuka, mudah ditutup, dan bermulut lebar. Untuk pewarnaan BTA, jangan gunakan wadah yang mengandung bercak lilin atau minyak, sebab zat ini dapat dilihat sebagai bintik-bintik tahan asam dan dapat menyulitkan penafsiran.
      • Sebelum pengambilan spesimen, penderita diminta berkumur dengan air, bila mungkin gosok gigi terlebih dulu. Bila memakai gigi palsu, sebaiknya dilepas dulu.
      • Pada saat pengambilan spesimen, penderita berdiri tegak atau duduk tegak
      • Penderita diminta untuk menarik nafas dalam 2 – 3 kali kemudian keluarkan nafas bersamaan dengan batuk yang kuat dan berulang kali sampai dahak keluar.
      • Dahak yang dikeluarkan langsung ditampung dalam wadah dengan cara mendekatkan wadah ke mulut.
      • Amati keadaan dahak. Dahak yang memenuhi syarat pemeriksaan akan tampak kental purulen dengan volume cukup ( 3 – 5 ml )
      • Tutup wadah dengan rapat untuk menghindari kontaminasi dari udara dan secepatnya dikirim ke laboratorium.

Sumber-sumber kesalahan pada pengambilan spesimen darah :
  1. Pemasangan turniquet terlalu lama dapat menyebabkan :
    • Protein (termasuk enzim) , Ca2+, laktat , fosfat, dan Mg2+ meningkat
    • pH menurun, hemokonsentrasi
    • PPT dan APTT mungkin memendek karena pelepasan tromboplastin jaringan ke dalam sirkulasi darah
  2. Pemompaan menyebabkan kalium, laktat, glukosa, dan Mg2+ meningkat, sedangkan pH menurun
  3. Pengambilan darah terlalu lama (tidak sekali tusuk kena) dapat menyebabkan :
    • trombosit dan fibrinogen menurun; PPT dan APTT memanjang
    • kalium, LDH dan SGPT/ALT meningkat
  4. Pengambilan darah pada jalur infus dapat menyebabkan :
    • natrium meningkat pada infus saline
    • kalium meningkat pada infus KCl
    • glukosa meningkat pada infus dextrose
    • PPT, APTT memanjang pada infus heparine.
    • kreatinin, fosfat, LDH, SGOT, SGPT, Hb, Hmt, lekosit, trombosit, eritrosit menurun pada semua jenis infus
  5. Homogenisasi darah dengan antikoagulan yang tidak sempurna atau keterlambatan homogenisasi menyebabkan terbentuknya bekuan darah.
  6. Hemolisis dapat menyebabkan peningkatan K+, Mg2+, fosfat, aminotransferase, LDH, fosfatase asam total


IDENTIFIKASI SPESIMEN
Pemberian identitas pasien dan atau spesimen adalah tahapan yang harus dilakukan karena merupakan hal yang sangat penting. Pemberian identitas meliputi pengisian formulir permintaan pemeriksaan laboratorium dan pemberian label pada wadah spesimen. Keduanya harus cocok sama. Pemberian identitas ini setidaknya memuat nama pasien, nomor ID atau nomor rekam medis serta tanggal pengambilan. Kesalahan pemberian identitas dapat merugikan.
Untuk spesimen berisiko tinggi (HIV, Hepatitis) sebaiknya disertai tanda khusus pada label dan formulir permintaan laboratorium.

PENGIRIMAN SPESIMEN KE LABORATORIUM
Spesimen yang telah dikumpulkan harus segera dikirim ke laboratorium.
  1. Sebelum mengirim spesimen ke laboratorium, pastikan bahwa spesimen telah memenuhi persyaratan seperti yang tertera dalam persyaratan masing-masing pemeriksaan.
  2. Apabila spesimen tidak memenuhi syarat agar diambil / dikirim ulang.
  3. Pengiriman spesimen disertai formulir permintaan yang diisi data yang lengkap. Pastikan bahwa identitas pasien pada label dan formulir permintaan sudah sama.
  4. Secepatnya spesimen dikirim ke laboratorium. Penundaan pengiriman spesimen ke laboratorium dapat dilakukan selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan spesimen. Penundaan terlalu lama akan menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi yang dapat menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan, seperti :
    • Penurunan kadar natrium ( Na+ ), glukosa darah, angka lekosit, angka trombosit.
    • Perubahan morfologi sel darah pada pemeriksaan mikroskopik
    • PPT / APTT memanjang.
    • Peningkatan kadar kalium ( K+ ), phosphate, LDH, SGPT.
    • Lisisnya sel pada sample LCS, transudat, eksudat.
    • Perkembangbiakan bakteri
    • Penundaan pengiriman sampel urine :
      • Unsur-unsur yang berbentuk dalam urine (sediment), terutama sel-sel eritrosit, lekosit, sel epitel dan silinder mulai rusak dalam waktu 2 jam.
      • Urat dan fosfat yang semula larut akan mengendap, sehingga menyulitkan pemeriksaan mikroskopik atas unsur-unsur lain.
      • Bilirubin dan urobilinogen teroksidasi bila berkepanjangan terkena sinar matahari.
      • Bakteri-bakteri akan berkembang biak yang akan menyebabkan terganggunya pemeriksaan bakteriologis dan pH.
      • Jamur akan berkembang biak
      • Kadar glukosa mungkin menurun dan kalau semula ada, zat-zat keton dapat menghilang.Apabila akan ditunda pengirimannya dalam waktu yang lama spesimen harus disimpan dalam refrigerator/almari es pada suhu 2 – 8 oC paling lama 8 jam.
  5. Pengiriman sample sebaiknya menggunakan wadah khusus, misalnya berupa kotak atau tas khusus yang tebuat dari bahan plastik, gabus (styro-foam) yang dapat ditutup rapat dan mudah dibawa.


PENANGANAN SPESIMEN
  • Identifikasi dan registrasi spesimen
  • Seluruh spesimen harus diperlakukan sebagai bahan infeksius
  • Patuhi cara pengambilan spesimen dan pengisian tabung yang benar
  • Gunakan sentrifus yang terkalibrasi
  • Segera pisahkan plasma atau serum dari darah dalam tabung lain, tempeli label
  • Segera distribusikan spesimen ke ruang pemeriksaan

PENYIMPANAN SPESIMEN
  • Penyimpanan spesimen dilakukan jika pemeriksaan ditunda atau spesimen akan dikirim ke laboratorium lain
  • Lama penyimpanan harus memperhatikan, jenis pemeriksaan, wadah dan stabilitasnya
  • Hindari penyimpanan whole blood di refrigerator
  • Sampel yang dicairkan (setelah dibekukan) harus dibolak-balik beberapa kali dan terlarut sempurna. Hindari terjadinya busa.
  • Simpan sampel untuk keperluan pemeriksaan konfirmasi / pengulangan
  • Menyimpan spesimen dalam lemari es dengan suhu 2-8ºC, suhu kamar, suhu -20ºC, -70ºC atau -120ºC jangan sampai terjadi beku ulang.
  • Untuk jenis pemeriksaan yang menggunakan spesimen plasma atau serum, maka plasma atau serum dipisahkan dulu baru kemudian disimpan.
  • Memberi bahan pengawet pada spesimen
  • Menyimpan formulir permintaan lab di tempat tersendiri

Waktu penyimpanan spesimen dan suhu yang disarankan :
  • Kimia klinik : 1 minggu dalam referigerator
  • Imunologi : 1 minggu dalam referigerator
  • Hematologi : 2 hari pada suhu kamar
  • Koagulasi : 1 hari dalam referigerator
  • Toksikologi : 6 minggu dalam referigerator
  • Blood grouping : 1 minggu dalam referigerator


Siapa yang Terlibat Dalam Proses Pra-Analitik?
Selalu ada beberapa orang yang terlibat dalam proses pra-analitik, yaitu pasien, dokter, paramedis/perawat, petugas layanan transportasi, analis dan dokter laboratorium; mereka semua berbagi tanggung jawab terhadap mutu bahan spesimen dan harus memahami pentingnya tahap pra-analtik, serta mengenali kemungkinan penyebab kesalahan dan konsekuensi mereka untuk hasil pemeriksaan.

Komunikasi antara dokter, paramedis/perawat, petugas layanan transportasi, analis dan dokter laboratorium harus selalu ditingkatkan dalam bentuk komunikasi langsung, telepon, atau media lainnya. Lebih baik kalau laboratorium dapat membuat pedoman atau semacam SOP mengenai pengumpulan spesimen untuk penggunaan oleh bagian lain. Pedoman tersebut harus ditinjau ulang oleh supervisor laboratorium. Laboratorium juga perlu menetapkan prosedur untuk penanganan spesimen dan prosedur untuk manajemen spesimen (penerimaan atau penolakan spesimen).

Mengapa Harus Perhatian Pada Mutu ?

Laboratorium klinik adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, imunologi klinik, atologi anatomi dan atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 364/MENKES/SK/III/2003).
Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan menempati posisi terpenting dalam diagnostik invitro. Dengan pengukuran dan pemeriksaan laboratorium akan didapatkan data ilmiah yang tajam untuk digunakan dalam menghadapi masalah yang diidentifikasi melalui pemeriksaan klinis dan merupakan bagian esensial dari data pokok pasien. Indikasi permintaan laboratorium merupakan pertimbangan terpenting dalam kedokteran laboratorium. Informasi laboratorium dapat digunakan untuk diagnosis awal yang dibuat berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Analisis laboratorium juga merupakan bagian integral dari penapisan kesehatan dan tindakan preventif kedokteran.

Prof. dr. Hardjoeno, SpPK-K dalam bukunya : Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik, Bagian dari Standar Pelayanan Medik, mengemukakan tujuan dilakukannya pemeriksaan laboratorium adalah :
  1. Menyaring berbagai penyakit dan mengarahkan tes ke penyakit tertentu misalnya dengan urinalisis ditemukan bilirubin dan urobilin positif yang berarti ikterus, maka tes selanjutnya adalah untuk melihat gangguan faal hati.
  2. Menegakkan atau menyingkirkan diagnosis misalnya anemia, malaria, tbc, DM.
  3. Memastikan diagnosis dari diagnosis dugaan, misalnya tifoid, hepatitis B, HIV.
  4. Memasukkan/mengeluarkan dari diagnosis diferensial misalnya pasien dengan panas; tifoid, malaria, dengue hemorrhagic fever (DHF).
  5. Menentukan beratnya penyakit, misalnya hepatitis, infeksi saluran kemih
  6. Menentukan tahap penyakit, misalnya penyakit kronis: tbc paru, sirosis hati.
  7. Menyaring penyakit dalam seleksi calon donor darah.
  8. Membantu menentukan rawat inap, misalnya observasi tifoid, observasi leukemia.
  9. Membantu dalam menentukan terapi atau pengelolaan dan pengendalian penyakit, misalnya leukemia, diabetes.
  10. Membantu ketepatan terapi, misalnya tes kepekaan kuman.
  11. Memonitor terapi, misalnya tes HbA1c pada diabetes, widal pada tifoid.
  12. Menghindari kesalahan terapi dan pemborosan obat setelah ditemukan diagnosis.
  13. Membantu mengikuti perjalanan penyakit, misalnya diabetes, hepatitis.
  14. Memprediksi atau menentukan ramalan (prognosis) penyakit, misalnya dislipidemia dengan penyakit jantung, kanker dengan kematian.
  15. Membantu menentukan pemulangan pasien rawat inap, misalnya bila hasil pemeriksaan laboratorium kembali normal.
  16. Membantu dalam bidang kedokteran kehakiman, misalnya tes untuk membuktikan perkosaan.
  17. Mengetahui status kesehatan umum (general check up)
Oleh karena itu laboratorium klinik menempati kedudukan sentral dalam pelayanan kesehatan. Karena kedudukan yang penting itulah maka tanggung jawab laboratorium klinik bertambah besar, baik tanggung jawab professional (professional responsibility), tanggung jawab teknis (technical responsibility) maupun tanggung jawab pengelolaan (management responsibility).


Dinamika Globalisasi
Usaha pelayanan kesehatan saat ini baru dalam keadaan transformasi yang cepat untuk memenuhi permintaan dan kebutuhan masyarakat yang meningkat terus menerus. Selain pentingnya peran dan kedudukan laboratorium klinik dalam upaya pelayanan kesehatan, terdapat faktor lain yang mengharuskan setiap laboratorium berkomitmen terhadap penjaminan mutu. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran laboratorium serta pesatnya arus informasi, tingkat pendidikan masyarakat yang semakin maju, dan adanya peraturan perundang-undangan dan hukum kesehatan telah mendorong tingginya tuntutan akan mutu pelayanan laboratorium klinik.


Mutu Pemeriksaan Laboratorium Klinik
Hasil pemeriksaan laboratorium klinik yang terbaik adalah apabila tes tersebut teliti, akurat, sensitif, spesifik, cepat, tidak mahal dan dapat membedakan orang normal dari abnormal.

Teliti atau presisi adalah kemampuan untuk mendapatkan nilai yang hampir sama pada pemeriksaan yang berulang-ulang dengan metode yang sama. Namun teliti belum tentu akurat.

Tepat atau akurat adalah kemampuan untuk mendapatkan nilai yang sama atau mendekati nilai biologis yang sebenarnya (true value), tetapi untuk dapat mencapainya mungkin membutuhkan waktu lama dan biaya yang mahal.

Sensitif adalah kemampuan menentukan substansi pada kadar terkecil yang diperiksa. Secara teoritis tes dengan sensitifitas tinggi sangat dipilih namun karena nilai normalnya sangat rendah misalnya enzim dan hormon, atau tinggi misalnya darah samar, dalam klinik lebih dipilih tes yang dapat menentukan nilai abnormal.
Contoh :
  • Guaiac tes untuk menentukan darah samar dalam feses lebih dipilih daripada benzidin atau orthotoluidin tes yang lebih sensitive. Dalam keadaan normal kedua tes terakhir dapat positif karena + 3cc darah samar terdapat dalam faeses, sedangkan tes pertama positif dalam keadaan abnormal saja.
  • Tes KED dan CRP sensitive untuk perubahan abnormal tetapi tidak spesifik untuk penyakit tertentu.

Spesifik adalah kemampuan mendeteksi substansi pada penyakit yang diperiksa dan tidak dipengaruhi oleh substansi yang lain dalam sampel tersebut, misalnya TPHA (Treponema Palidum Haemaglutination Test). Secara teoritis spesifisitas sebaiknya 100% hingga tidak ada positif palsu (false positive).
Contoh :
Pewarnaan Ziehl Nelson sputum, biakan Lowenstein Jensen dan PCR untuk tbc paru spesitifitasnya 100% tetapi sensitifitasnya misalnya berturut-turut adalah 70%, 100% dan 98%. Tes yang baik adalah bila sensitivitas dan spesitifitasnya 100% atau mendekati 100%.

Cepat berarti tidak memerlukan waktu yang lama dan lekas diketahui oleh dokter yang merawat.

Tidak mahal dan tidak sulit, artinya dapat dimanfaatkan oleh banyak laboratorium dan penderita/orang yang memerlukan pemeriksaan laboratorium.

Pada umumnya untuk tes saring diperlukan tes yang sensitif, cepat dan tidak mahal, sedangkan untuk diagnosis pasti diperlukan tes spesifik yang biasanya lebih mahal. Ketepatan dalam pemanfaatan tes laboratorium untuk mendapatkan diagnosis akurat dan cepat serta jaminan kualitas hasil pemeriksan laboratorium akan menghemat pembiayaan, baik untuk diagnosis, terapi maupun lama rawat inap.
Nilai normal harus ditetapkan oleh masing-masing laboratorium dan dilaporkan bersama-sama dengan hasil pemeriksan. Biasanya praktisi laboratorium melaporkan rentang normal berdasarkan umur dan jenis kelamin, dan dokter menginterpretasi hasil tersebut lebih jauh dengan melihat faktor spesifik lain (mis. diet, aktivitas fisik, kehamilan, dan pengobatan)

Hasil pemeriksan laboratorium dapat mengalami variasi dan bila variasi ini besar (lebih dari 2 SD), maka dianggap menyimpang. Penyebab variasi hasil pemeriksaan laboratorium secara garis besar dipengaruhi oleh faktor-faktor :
  1. Pengambilan spesimen, seperti : antikoagulan, variasi fisiologis pasien (puasa dan tidak puasa, umur, jenis kelamin, latihan fisik, pengobatan, kehamilan, konsumsi tembakau, dsb), cara pengambilan, kontaminasi, dsb.
  2. Perubahan spesimen, seperti : suhu, pH, lisis, bekuan darah lama tidak dipisahkan dari serum, dsb. Perubahan bisa terjadi di dalam laboratorium atau selama pengiriman ke laboratorium.
  3. Personel. Faktor personel yang dapat menimbulkan variasi yang besar pada hasil laboratorium misalnya :
    • Kesalahan administrasi, tertukar dengan pasien lain, kesalahan menyalin pada formulir hasil
    • Kesalahan pembacan, kesalahan penghitungan
    • Kesalahan teknis dalam prosedur pemeriksaan
  4. Prasarana dan sarana laboratorium, misalnya :
    • Gangguan aliran listrik, air bersih.
    • Suhu tidak sesuai dengan suhu yang dianjurkan untuk penentuan tes.
    • Air suling dengan pH yang tidak netral.
    • Reagensia yang tidak baik, tidak murni, rusak atau kadaluwarsa. Bahan standard kurang baik atau tidak ada.
    • Peralatan (fotometer, pipet, dsb) tidak akurat.
  5. Kesalahan sistematis (systematic error), yaitu berkaitan dengan metode pemeriksan (alat, reagensia, dsb)
  6. Kesalahan acak (random error). Variasi hasil yang tidak dapat dihindarkan apabila dilakukan pemeriksaan berturut-turut pada sampel yang sama walaupun prosedur pemeriksaan dilakukan dengan cermat.

Manajemen Mutu
Laboratorium klinik bagaikan sebuah industri, dimana sampel yang diterima merupakan bahan bakunya, sedangkan hasil pemeriksaan yang dikeluarkan merupakan produk yang dihasilkan. Hasil pemeriksaan yang dikeluarkan harus dapat dijamin mutunya. Untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu pemeriksaan, maka perlu penataan faktor-faktor sebagai berikut :
  1. Sumber Daya Manusia (SDM)
    • SDM yang kompeten, handal, profesional
    • Penerapan Continuing Education, Profesional Development Program untuk meningkatkan mutu SDMb. Manajemen dan kepemimpinan, pembiayaan dan komunikasi berkesinambungan bertumpu pada Total Quality Management (TQM) dan Continous Quality Improvement (CQI)
  2. Sarana-prasarana dan alat (SPA)
    • Penyediaan sumber energi dan air bersih
    • Pengadan peralatan dan reagensia yang berkualitas
  3. Sistem, prosedur & mekanisme kerja (SPM)
    • Penetapan dan penerapan Standard Operating Procedure (SOP)
    • Penerapan quality control (QC), baik intralab maupun ekstralab. Program kontrol dalam laboratorium (intralab) atau Pemantapan Mutu Internal (PMI) ialah program pemantapan mutu, pengecekan dengan nilai baku, penggunaan metode, alat, reagen dan prosedur yang benar untuk melihat ketelitian, keakuratan, sensitifitas dan spesitifitas pemeriksaan hingga menghasilkan hasil yang secara klinis dapat dipercaya.Program kontrol kualitas ekstralab atau Pemantapan Mutu Eksternal (PME) ialah program pemantapan mutu yang dikoordinasikan oleh Depkes atau perkumpulan profesi misalnya PDS-PATKLIN sehingga hasil-hasil laboratorium tersebut dapat dipercaya kebenarannya. Hasil yang baik juga menunjukkan mutu laboratorium tersebut baik, termasuk semua yang berkaitan dengan tes yaitu dokter, teknisi, metode, reagensia, peralatan dan sarana lainnya. Di pihak lain, mutu laboratorium klinik yang baik menunjukkan kepercayaan dokter terhadap hasil tes laboratorium tersebut.
    • Penerapan manajemen mutu pelayanan laboratorium, seperti akreditasi, ISO 9001 (Quality Management System), ISO 15189 yang merupakan perpaduan ISO 9001 dengan ISO/IEC 17025 (International Electrotechnical Commission)
    • Implementasi TQM, CQI, service satisfaction, customer satisfaction, dsb.
    • Penerapan Standar Keselamatan Kerja

Upaya mencapai tujuan laboratorium klinik yakni tercapainya pemeriksaan yang bermutu diperlukan strategi dan perencanaan manajemen mutu yang didasari Quality Management Science (QMS) dengan suatu model Five–Q, yaitu :
  1. Quality Planning (QP)Pada saat akan menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan di laboratorium, perlu merencanakan dan memilih jenis metode, reagen, bahan, alat, sumber daya manusia dan kemampuan yang dimiliki laboratorium.
  2. Quality Laboratory Practice (QLP)Membuat pedoman, petunjuk dan prosedur tetap yang merupakan acuan setiap pemeriksaan laboratorium. Standar acuan ini digunakan untuk menghindari atau mengurangi terjadinya variasi yang akan mempengaruhi mutu pemeriksaan.
  3. Quality Control (QC)Pengawasan sistematis periodik terhadap : alat, metode, dan reagen. QC lebih berfungsi untuk identifikasi ketika sebuah kesalahan terjadi
  4. Quality Assurance (QA)Mengukur kinerja pada tiap tahap siklus tes laboratorium: pra analitik, analitik dan pasca analitik. Jadi, QA merupakan pengamatan keseluruhan input-proses-output/outcome, dan menjamin pelayanan dalam kualitas tinggi dan memenuhi kepuasan pelanggan. Tujuan QA adalah untuk mengembangkan produksi hasil yang dapat diterima secara konsisten, jadi lebih berfungsi untuk mencegah kesalahan terjadi (antisipasi error).Indikator kinerja QA adalah :
    • Manajemen sampel : phlebotomy, preparasi spesimen
    • Manajemen proses : turn around time (waktu tunggu), STAT atau cyto, pelaporan hasil, pemeliharaan alat
    • Manajemen SDM : kompetensi, Continuing Education, Profesional Development Programm.
    • Keselamatan kerja : kecelakaan jarum suntik (needle stick injury), kimiawi & biologis.
  5. Quality Improvement (QI) Dengan melakukan QI, penyimpangan yang mungkin terjadi akan dapat dicegah dan diperbaiki selama proses pemeriksaan berlangsung.

Langkah-langkah Five Q merupakan implementasi manajemen mutu laboratorium yang berujung pada Continous Quality Improvement (CQI), menjamin pelayanan berstandar tinggi dan terwujudnya kepuasan pelanggan. Hal ini membutuhkan komitmen pimpinan (Top Management).

Analisis Kebutuhan SDM Laboratorium Berdasarkan Beban Kerja

Komponen kunci dari perencanaan SDM adalah penentuan tipe SDM yang diperlukan. Perencanaan SDM bertujuan untuk mencocokkan SDM dengan kebutuhan organisasi yang dinyatakan dalam bentuk aktifitas. Merencanakan kebutuhan SDM berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut [1] :
a. mendapatkan dan mempertahankan jumlah dan mutu karyawan
b. mengidentifikasi tuntutan keterampilan dan cara memenuhinya
c. menghadapi kelebihan atau kekurangan karyawan
d. mengembangkan tatanan kerja yang fleksibel
e. meningkatkan pemanfaatan karyawan

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan SDM, salah satu di antaranya adalah dengan menggunakan analisis beban kerja. Yang dimaksud dengan beban kerja adalah frekuensi rata-rata masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Beban kerja juga dapat berarti berat ringannya suatu pekerjaan yang dirasakan oleh karyawan yang dipengaruhi oleh pembagian kerja (job distribution), ukuran kemampuan kerja (standard rate of performance) dan waktu yang tersedia. [2]

Metode beban kerja adalah tehnik yang paling akurat dalam peramalan kebutuhan tenaga kerja untuk jangka pendek (short-term). Peramalan jangka pendek ini untuk waktu satu tahun dan selama-lamanya dua tahun. Tehnik analisis ini memerlukan penggunaan rasio atau pedoman penyusunan staf standar dalam upaya mengidentifikasi kebutuhan personalia. [3,4]

Salah satu cara untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja berdasarkan beban kerja diformulasikan oleh Peter J. Shipp (1998) dan dianjurkan oleh WHO. Panduan penghitungan kebutuhan tenaga kerja ini telah disesuaikan dengan kondisi Rumah Sakit di Indonesia. Metode beban kerja ini mudah dioperasikan, mudah digunakan, secara teknis dapat diterima, komprehensif, realistis dan dapat diterima oleh manajer medik maupun manajer non-medik.

Metode beban kerja ini didasarkan pada pekerjaan nyata yang dilakukan oleh masing-masing tenaga kesehatan. Adapun langkah-langkah penyusunan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan metode ini adalah : 1) menetapkan unit kerja beserta kategori tenaganya, 2) menetapkan waktu kerja yang tersedia selama satu tahun, 3) menyusun standar beban kerja, 4) menyusun standar kelonggaran dan 5) menghitung kebutuhan tenaga per unit kerja. Untuk menghitung beban kerja ini diperlukan hal-hal seperti : standar pelayanan, prosedur kerja tetap serta uraian kerja (job description) bagi setiap tenaga kerja.[5]

Ada lima langkah dalam menghitung kebutuhan tenaga laboratorium berdasarkan beban kerja, yaitu :

LANGKAH PERTAMA : menetapkan unit kerja dan kategori tenaga. Kita ambil contoh unit kerja yang digunakan adalah unit kerja teknis (hematologi, kimia klinik, mikrobiologi, imunoserologi) dan kategori tenaga yang dipilih adalah Analis Kesehatan.

LANGKAH KEDUA : menetapkan waktu kerja yang tersedia bagi tenaga Analis Kesehatan selama satu tahun. Data yang dibutuhkan untuk menetapkan waktu kerja yang tersedia adalah :
  1. Hari kerja ( A ). Suatu contoh, di suatu instalasi laboratorium rumah sakit, pelayanan dilaksanakan selama 24 jam yang dibagi dalam 3 shift sehingga dalam seminggu terdapat 7 hari kerja.
  2. Cuti tahunan ( B ). Jumlah cuti tahunan adalah 12 hari dalam satu tahun.
  3. Pendidikan dan pelatihan ( C ). Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Rumah Sakit, Pranata Laboratorium memiliki hak untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan selama 5 hari kerja per tahun.
  4. Hari libur nasional ( D ). Dalam waktu satu tahun terdapat 15 hari libur nasional.
  5. Ketidakhadiran kerja ( E ). Dengan adanya sistem shift, sesudah bertugas pada sore dan malam hari seorang Pranata Laboratorium mendapatkan ekstra libur selama 1 hari. Di Instalasi Patologi Klinik rata-rata ketidakhadiran kerja dalam satu bulan selama 7 hari
  6. Waktu kerja ( F ) Pada umumnya waktu kerja selama sehari adalah 8 jam.
Berdasarkan data-data tersebut selanjutnya dilakukan penghitungan untuk menetapkan waktu tersedia dengan rumus sebagai berikut :

Waktu kerja tersedia = A - (B+C+D+E) x F

Tabel berikut menunjukkan jumlah waktu kerja yang tersedia dalam setahun.










KodeFaktorWaktu KerjaKeterangan
AHari Kerja365Hari per tahun
BCuti Tahunan12Hari per tahun
CPendidikan dan Latihan5Hari per tahun
DHari Libur Nasional15Hari per tahun
EKetidakhadiran Kerja84Hari per tahun
FWaktu Kerja8Jam per hari

Waktu Kerja249Hari per tahun

Jam Kerja1992Jam per tahun

Waktu Kerja119520Menit per tahun


Adapun uraian penghitungannya adalah sebagai berikut :
Waktu kerja tersedia = 365 – ( 12 + 5 + 15 + 84 )
= 249 hari/tahun
= 1992 jam/tahun
= 119520 menit/tahun

LANGKAH KETIGA : menyusun standar beban kerja. Standar beban kerja adalah volume atau kuantitas beban kerja selama 1 tahun untuk setiap kategori tenaga (dalam hal ini adalah Analis Kesehatan). Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan (rata-rata waktu) dan waktu yang tersedia per tahun. Data dan informasi yang dibutuhkan untuk menyusun standar beban kerja untuk kategori tenaga adalah sebagai berikut :
  • kategori tenaga pada unit kerja yang telah ditetapkan pada langkah pertama di atas,
  • standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional tetap yang berlaku,
  • rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh kategori tenaga (Analis Kesehatan) untuk menyelesaikan kegiatan pelayanan, dan
  • data dan informasi kegiatan pelayanan di masing-masing unit pelayanan teknis (hematologi, kimia klinik, mikrobiologi, imunoserologi)

Beban kerja Analis Kesehatan meliputi :
  • kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh Analis Kesehatan, misalnya : sampling, preparasi sampel, memeriksa sampel, mencatat hasil pemeriksaan, kalibrasi alat, memeriksa sampel kontrol, membuat reagen, dll.
  • rata-rata waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap kegiatan pokok, misalnya rerata waktu untuk memeriksa kadar Hb adalah 10 menit, rerata waktu untuk membuat reagen A adalah 15 menit, dsb.
  • standar beban kerja Analis Kesehatan tiap satu tahun dihitung dengan rumus perhitungan sebagai berikut :
Standar beban kerja = waktu tersedia per tahun : rerata waktu per kegiatan pokok

LANGKAH KEEMPAT : menyusun standar kelonggaran yang bertujuan untuk mengetahui faktor kelonggaran kategori tenaga yang meliputi jenis kegiatan dan kebutuhan waktu untuk menyelesaikan suatau kegiatan yang tidak terkait langsung atau tidak dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kuantitas atau jumlah kegiatan pokok / pelayanan.

Penyusunan faktor kelonggaran dapat dilaksanakan melalui pengamatan dan wawancara kepada tenaga Analis Kesehatan mengenai :
  • kegiatan-kegiatan yang tidak terkait langsung dengan pelayanan, misalnya rapat, istirahat, sholat, makan;
  • frekuensi kegiatan dalam satu hari, minggu, bulan; waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan.
Adapun rumus untuk menghitung faktor kelonggaran adalah sebagai berikut :
Standar kelonggaran = rerata waktu faktor kelonggaran : waktu kerja tersedia per tahun

Tabel berikut adalah standar kelonggaran Pranata Laboratorium :




Faktor KelonggaranRata-rata WaktuStandar Kelonggaran
Rapat2 jam per bulan0.012
Istirahat, sholat, makan30 menit per hari0.092
Jumlah
0.104

LANGKAH KELIMA : menghitung kebutuhan tenaga per unit kerja yang bertujuan untuk memperoleh jumlah dan kategori tenaga Analis Kesehatan per unit kerja sesuai dengan beban kerja selama 1 tahun. Sumber data yang diperlukan untuk penghitungan kebutuhan tenaga ini terdiri dari:
  • data yang diperoleh dari langkah-langkah sebelumnya, yaitu waktu kerja tersedia, standar beban kerja dan standar kelonggaran;
  • kuantitas kegiatan pokok selama kurun waktu satu tahun, dimana penulis mengambil data kuantitas kegiatan pokok selama satu tahun.
Data kegiatan pada pelayanan di tiap unit teknis yang telah diperoleh, Standar Beban Kerja , dan Standar Kelonggaran merupakan sumber data untuk menghitung kebutuhan tenaga Pranata Laboratorium dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kebutuhan tenaga = (Jumlah kegiatan pokok : standar beban kerja) + Standar Kelonggaran

Selanjutnya kebutuhan tenaga untuk tiap kegiatan pokok dijumlahkan terlebih dulu sebelum ditambahkan dengan Standar Kelonggaran.


Daftar Pustaka :
  1. Amstrong, Michael, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik : Mengelola Karyawan, Buku Wajib Bagi Manajer Lini, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
  2. Moehijat, 1979, Perencanaan Tenaga Kerja, Penerbit Alumni, Bandung.
  3. Sunarto dan Sahedy Noor, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), Bagian Penerbitan FE-UST, Yogyakarta.
  4. Simamora, Henry, 1994, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bagian Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta.
  5. Kurniati, Rhina Widhi, 2003, Menghitung Kebutuhan Tenaga Analis Laboratorium di Sub Unit Penyakit Infeksi Instalasi Patologi Klinik RS Dr. Sardjito : Laporan Manajemen, Program Pendidikan Dokter Spesialis-I Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.